Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Penasihat hukum atau PH tujuh terdakwa makar Papua yang kini ditahan di Kalimantan Timur (Kaltim) menganggap, hak-hak para terdakwa berpotensi dilanggar jika persidang digelar melalui teleconference, seperti pada lanjutan persidangan lima terdakwa makar, Jumat (8/5/2020).
Satu di antara PH terdakwa, Emanuel Gobay mengatakan persidangan secara teleconference tidak efektif dan berdampak pada pelanggaran hak-hak tersangka yang dijamin dalam Undang-Undang (UU) nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pernyataan itu dikatakan Emanuel Gobay melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Jumat (8/5/2020).
“Misalnya ketika penyampaian saksi atau keterangan terdakwa saat membantah keterangan [saksi] ahli, jika suaranya tidak jelas, bisa berpengaruh pada penilaian hakim. Bisa saja hakim menyimpulkan berbeda atau multi tafsir,” kata Emanuel Gobay.
Menurutnya, ketika persidangan teleconference PH sulit membatasi ketika saksi ahli memberikan keterangan tak sesuai bidangnya, karena para pihak berbicara dari tempat berbeda dan tidak langsung berada di depan majelis hakim.
Katanya, sejak pemerintah menyatakan pandemi Covid-19 atau virus korona sebagai bencana nasional, PH tujuh terdakwa makar telah beberapa kali mengeluarkan siaran pers meminta Mahkamah Agung (MA) membatalkan (menunda) semua sidang, baik secara offline maupun online.
Beberapa alasan mendasar PH meminta penundaan sidang selama pandemi korona, di antaranya sidang secara langsung di Pengadilan berpotensi menimbulkan kerumuman massa dalam ruang sidang. Kondisi itu bertentangan dengan imbauan pemerintah.
“Kemungkinan ada di antar yang hadir di pengadilan bersentuhan dengan pasien positif sehingga riskan terjadi penyebaran korona,” ujarnya.
Kata Emanuel Gobay, jika sidang dilakukan secara online atau teleconference, efektivitas sidang berkaitan dengan hak-hak bantuan hukum dan hak-hak terdakwa.
“Hak-hak bantuan hukum ini berkaitan dengan kondisi jaringan di setiap daerah. Jadi sangat tidak efektif sidang melalui teleconference,” ucapnya.
Sementara itu, anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan ia menjadi saksi meringankan (a de charge) untuk para terdakwa makar dalam sidang lanjutan, Jumat (8/5/2020).
Dalam sidang yang digelar secara teleconference, Laurenzus Kadepa dijadikan saksi meringankan untuk terdakwa Buchtar Tabuni dan Irwanus Uropmabin.
“Saya menyampaikan beberapa hal yang saya ketahui dan saya lihatnya di lapangan, saat ribuan masyarakat Papua menggelar demonstrasi ke kantor Gubernur Papua di Kota Jayapura mengecam ujaran rasisme pada 19 dan 29 Agustus 2019 lalu,” kata Kadepa.
Menurutnya, aksi itu merupakan spontanitas yang dilakukan rakyat Papua, mengecam ujaran rasisme dan intimidasi oleh oknum-oknum di Surabaya, Jawa Timur terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. (*)
Editor: Edho Sinaga