Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sekolah mendidik serta mengasramakan siswa yatim dan dari keluarga kurang mampu. Perhatian pemerintah terhadap mereka masih minim.
WAJAH Yulice Anouw dan kawan-kawan, sumringah saat menyambut kedatangan tetamu di sekolah mereka. Semangkuk bubur kacang hijau dan segelas susu segar pun langsung terbayang di pikiran para bocah.
“Itu kakak-kakak dari Amoye (Community). Dong biasa datang bawa susu dan kacang hijau,” bisik Anouw saat menjawab pertanyaan Melani Zagani, teman sekelasnya.
Zagani termangut-mangut, dan turut bergembira begitu mendengar penjelasan Anouw.
“Oh, bagus itu. Sa senang.”
Anouw dan Zagani merupakan siswa Taman Kanak Kanak (TK) Anugerah, Nabire. Sekolah mereka disambangi para relawan Amoye Community yang menggulirkan program pemberian makanan tambahan bergizi bagi para siswa, Jumat pekan lalu.
“Saya berterima kasih karena Oom sudah datang. Bermain bersama dan kasih kami (bubur) kacang hijau,” ujar Melianus Bunai, siswa lainnya.
Program pemberian makanan tambahan bergizi itu rutin digelar di TK Anugerah saban dua pekan sekali, setiap Jumat. Program juga disisipi edukasi mengenai kebersihan badan, bernyanyi bersama, dan berbagai permainan menarik.
“Ada penyuluhan tentang higienitas perorangan, serta cara mencuci tangan yang baik dan benar. Kegiatannya diawali permainan, dan dilanjutkan dengan pemberian makanan tambahan berupa kacang hijau karena para siswa membutuhkan asupan bergizi,” kata Pengurus Amoye Community, Armawati Parama.
Pemberian makanan tambahan bergizi tersebut telah menjadi program tetap Amoye Community di TK Anugerah. Mereka juga tidak jarang menyertakannya dengan penyerahan bantuan perlengkapan sekolah untuk siswa.
Tampung anak yatim
TK Anugerah berdiri pada 1996. Saat ini, terdapat 25 siswa yang mereka didik.
Sebagian siswa ialah anak yatim dan dari keluarga kurang mampu. Mereka menetap di asrama yang dibangun di samping sekolah.
“Kami menampung (dan mendidik) anak-anak yatim asli Papua, terutama
dari daerah (wilayah adat) Meepago. Kami berterima kasih kepada Amoye (Community) karena sejak setahun ini memberi makanan tambahan kepada siswa,” kata Kepala TK Anugerah, Marlyn Sembiring.
Kegiatan operasional sekolah, termasuk kebutuhan hidup para penghuni asrama disokong oleh Yayasan Pelangi Kasih selaku pihak pengelola. Asrama juga menampung siswa sekolah dasar, yang juga yatim dan dari keluarga kurang mampu.
“Sekolah yang kami kelola mayoritas melayani Orang Asli Papua (OAP) dari kelas ekonomi menengah ke bawah,” kata Ketua Yayasan Pelangi Kasih, Kurios B Duwiri.
Pihak yayasan juga mendapat bantuan biaya operasional sekolah (BOS) dan alokasi Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua dari pemerintah. Bantuan dari dana otsus tersebut berbentuk seperangkat komputer dan paket makanan tambahan berupa satu dus susu kental manis serta 50 kilogram kacang hijau.
“Ada ruang hampa besar (kesenjangan) antara (tujuan) dana otsus dan
implementasinya terhadap pendidikan anak usia dini Papua. Kita butuh lebih dari sekadar wacana untuk mempersiapkan generasi penerus,” kata Duwiri, mengkritik minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap sekolah mereka.
Dia menegaskan pendidikan anak usia dini merupakan tahapan penting untuk membentuk integritas, moralitas, dan kepribadian OAP. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah daerah melindungi dan memberdayakan OAP sebagaimana yang diamanatkan dalam Otsus Papua.
Minimnya perhatian dari pemerintah juga disesalkan oleh Parama.
“Sekolah hanya dibiayai oleh sebuah yayasan keluarga. Kami minta pemerintah membantu penyediaan fasilitas yang dibutuhkan sekolah.” (*)
Editor: Aries Munandar