Papua No.1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Anggota DPRD Lanny Jaya Girmin Wenda mendesak pihak TNI dan Polri menarik kembali pasukan mereka yang menempati gedung Sekolah Dasar Popome di Distrik Mokoni. Keberadaan pasukan keamanan tersebut membuat aktivitas belajar-mengajar terhenti.
“Gedung sekolah dijadikan pos keamanan sehingga proses belajar-mengajar tidak berjalan baik (terhenti). Ini sangat merugikan generasi penerus bangsa,” kata Wenda melalui keterangan tertulis yang diterima Jubi, Rabu (12/2/2020).
Gedung Sekolah Dasar (SD) Negeri Popome dijadikan pos keamanan sejak peristiwa penembakan terhadap seorang tukang ojek pada November tahun lalu. Pengunaan fasilitas pendidikan tersebut ditengarai atas izin pemerintah setempat.
Wenda menegaskan kebijakan tersebut merupakan langkah keliru karena dianggap mematikan perkembangan pendidikan di Papua. Apalagi, saat ini situasi keamanan sudah sangat kondusif. Prosesi adat perdamaian pun telah digelar masyarakat setempat di Distrik Balingga.
“Saya prihatin sekali. SD tersebut baru dibuka (beroperasi) pada 2014. Namun, proses belajar-mengajar mereka saat ini harus terhenti,” ujar Wenda.
Menurutnya, pengalihfungsian gedung sekolah tersebut merupakan tindakan sepihak. Masyarakat selaku pemilik ulayat lahan tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan itu.
“Masyarakat menyerahkan tanah mereka untuk pembangunan sekolah. Kalau mau membangun (dijadikan) pos polisi dan TNI, harus melalui musyawarah kampung dan musyawarah distrik untuk diusulkan kepada DPRD,” jelas Wenda.
Desakan serupa disampaikan Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP) Titus Yikwa. Menurutnya, keberadaan pasukan TNI dan Polri justru mengusik ketenangan warga setempat, terutama anak-anak.
“Anak-anak (siswa SD) begitu lihat (aparat) berbaju loreng dan bersenjata, langsung berlarian (bahkan) sampai ada yang cedera (terjatuh). Mereka sangat ketakutan,” ungkap Yikwa. (*)
Editor: Aries Munandar