Papua No.1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire, Papua, belum mengizinkan sekolah di wilayah perkotaan untuk melaksanakan belajar tatap muka.
Atas dasar itu, Dinas Pendidikan Nabire akan berkoordinasi dengan tim gugus tugas untuk menjadwalkan pemberian vaksin kepada murid maupun guru.
Menanggapi hal itu, beberapa Kepala Sekolah yang dihubungi Jubi melalui telepon selulernya memberikan komentar.
Kepala Sekolah SMP N I Nabire, Philemon Musendi mengatakan, sesuai surat edaran dari Dinas pendidikan bahwa sebelum kegiatan Belajar Mengajar berlangsung nantinya, terlebih dulu harus dilakukan vaksin bagi tenaga pengajar dan murid.
Namun yang menjadi masalah, jika menunggu jadwal pemberian vaksin, belum tentu rampung hingga Agustus mendatang untuk semua sekolah di Nabire.
“Kami belum terima jadwal pemberian vaksin,” kata Musendi kepada Jubi di Nabire, Senin (21/7/2021).
Seharusnya kata dia, surat dari dinas yang dimaksud selain ditujukan kepada sekolah, juga harus kepada orang tua. Sehingga, sekolah akan diteruskan kepada orang tua murid, apakah mengizinkan anaknya untuk divaksin atau tidak.
Sebab satu di antara syarat vaksin adalah penerima vaksin harus dalam kondisi sehat barulah divaksin.
“Jadi ini dilema. Tapi kami juga tidak memaksakan harus di vaksin, tetapi kami akan meningkatkan untuk protokol kesehatan,” kata Musendi.
Menurutnya, langkah yang diambil di SMP N I adalah akan menyurati orang tua, kemudian bila ada yang keberatan harus ada alasan yang jelas bahwa anaknya belum bisa divaksin karena penyakit bawaan.
“Kami tidak paksa, tetapi harus ada alasan bahwa anak ada penyakit yang tidak mengharuskan divaksin. Nanti kami akan perhatikan secara khusus anak yang di vaksin, karena kalau ada apa-apa siapa yang mau tanggung jawab,” ungkapnya.
Sementara, Wakil Kepala SMAN 3 Nabire, Yanus Arwam mengatakan, sekolah masih menunggu instruksi lanjut dari Dinas Pendidikan untuk melakukan belajar tatap muka, sebab sesuai petunjuk anak harus di vaksin.
Namun, Arwan mengaku bahwa pihaknya tidak akan memaksakan anak untuk mendapatkan vaksinasi.
“Maka proses pembelajaran akan menggunakan daring, tatap muka bagi siswa dengan mengutamakan prokes. Kita tidak bisa paska mereka untuk vaksin, tapi anak harus belajar, ini memang dilema,” kata Yanus Arwam.
Sementara, Kepala Sekolah SMP Yayasan Persekolahan Kristen (YPK) Nabire Yeti Korowa, mengatakan untuk pemberian vaksin bagi siswa/siswi merupakan
program Pemerintah yang sangat baik untuk masyarakatnya. Sehingga pemberian vaksin kepada siswa/siswi adalah tindakan negara dalam melindungi anak-anak.
Akan tetapi, untuk sekolah yang dipimpinnya perlu melakukan koordinasi dengan orang tua murid. Sehingga jika ada orang tua yang sepaham dan ingin anaknya divaksin, harus dia (orang tua) yang mengambil keputusan dan mengantarkan anaknya untuk mendapatkan vaksin.
“Ini program bagus dari Pemerintah, tapi kami akan kembalikan ke orang
tua. Bagi yang setuju, harus mendampingi anaknya saat di vaksin,” ujarnya.
Sebab menurutnya, jika terjadi risiko pascapemberian vaksin, maka pihaknya tidak dapat bertanggungjawab. Mengingat pemahaman tentang vaksin tidak sama untuk semua orang.
Sehingga, dalam pembelajaran nanti, baik mereka yang sudah divaksin
maupun yang belum diwajibkan untuk memperketat protokol kesehatan dan
sistem pembelajaran akan dilakukan melalui daring dan tatap muka.
“Jadi nanti soal vaksin kami akan undang orang tua murid untuk memberikan pemahaman. Kalau ada yang tolak, kami juga tidak paksa, sebab kalau dipaksa lalu terjadi apa-apa siapa yang bertanggungjawab,” tuturnya. (*)
Editor: Edho Sinaga