Sejumlah alumni sekolah penerbangan menjadi porter kargo dan Satpam

Pertemuan Komisi V DPR Papua dengan perwakilan anak Papua alumni penerbangan Banyuwangi, Jawa Timur - Jubi/Arjuna Pademme.
Pertemuan Komisi V DPR Papua dengan perwakilan anak Papua alumni penerbangan Banyuwangi, Jawa Timur – Jubi/Arjuna Pademme.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Beberapa di antara alumni sekolah penerbangan yang dibiayai dana Otsus Papua terpaksa menjadi porter pesawat kargo dan satuan pengamanan (Satpam/security) salah satu maskapai di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura.

Read More

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Maria Duwitau kepada Jubi usai menerima aspirasi dari perwakilan alumni sekolah penerbangan yang hingga kini belum mendapat kepastian untuk praktek guna mendapatkan lisensi, di ruang Komisi V DPR Papua, Selasa (1/10/2019).

Ia mengatakan, sebanyak 20 anak asli Papua yang dibiayai Pemprov Papua menggunakan dana Otsus telah menamatkan studinya di sekolah penerbangan Banyuwangi, Jawa Timur pada Oktober 2017.

Akan tetapi, setelah kembali ke Papua, para alumni penerbangan ini tidak mendapat kepastian kapan mereka praktek untuk mendapatkan lisensi penerbangan yang dibutuhkan.

“Mestinya mereka magang karena mereka butuh 500 jam terbang untuk mendapat lisensi. Tapi hingga kini belum ada harapan kepada mereka. Kalau Biro Otsus mau membiayai anak sekolah hanya untuk jadi porter atau security, lebih baik tidak usah,” kata Maria Duwitau.

Menurutnya, sebanyak 20 orang yang dibiayai Pemprov Papua telah menyelesaikan sekolahnya selama 2,5 pada 2017. Kini hanya delapan orang yang bertahan di Jayapura, sementara 12 lainnya lainnya telah kembali ke kampung mereka karena belum ada kepastian kapan mereka bisa magang di maskapai penerbangan.

Maria Duwitau membandingkan, kebijakan Pemkab Paniai dengan Pemprov Papua. Katanya, Pemkab Paniai juga membiayai lima anak sekolah penerbangan di luar Papua. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Bupati Paniai, Meki Nawipa langsung mempromosikan kelima anak itu ke perusahaan penerbangan dan mereka bisa bekerja (magang).

“Kenapa Pemprov Papua tidak bisa melakukan hal serupa kepada anak-anak yang sudah selesai sekolah penerbangan ini. Padahal setiap anak menghabiskan Rp 1,5 miliar untuk menyelesaikan sekolahnya,” ujarnya.

Komisi V DPR Papua mendesak gubernur segera mencari jalan keluar untuk anak-anak yang selesai sekolah penerbangan tersebut, agar mereka dapat magang di maskapai.

Katanya, jika tak ada jalan keluar sama saja Pemprov Papua menciptakan pengangguran. Kini sebanyak 20 orang telah menyelesaikan pendidikannya, dan masih ada puluhan lainnya yang sementara sekolah.

“Yang sudah selesai saja belum dapat kerja tapi yang lainnya sudah selesai. Ini sama saja menambah pengangguran. Kalau begitu lebih baik tidak usah kasi keluar dana Otsus membiayai mereka kalau tidak mampu mencari lapangan kerja untuk mereka. Kalau mereka nganggur biaya itu sia-sia,” ucapnya.

Kata Maria, Gubernur Papua mesti mencari solusi untuk anak-anak yang telah menyelesaikan sekolah penerbangan, karena selama ini mereka telah mencoba ke berbagai maskapai, namun ditolak.

“Pihak maskapai meminta mereka pakai jalur pemerintah agar lebih mudah,” katanya.

Hal yang sama dikatakan Sekretaris Komisi V DPR Papua, Natan Pahabol. Menurutnya, Pemprov mesti menganggarkan dalam APBD induk Papua tahun anggaran 2020 agar ada MoU dengan beberapa maskapai dan anak-anak itu bisa terdaftar di setiap maskapai.

“Tidak lagi jadi pengangguran ketika selesai. Langsung prakter di maskapai itu.
Ini jadi pelajaran dan catatan penting bagi pemerintah. Minimal 500 jam terbang itukan menjadi catatan wajib untuk mendapat lisensi penerbangan,” kata Natan Pahabol.

Sementara itu, Ketua Komisi V DPR Papua, Jack Kamasan Komboy juga menyarankan Pemprov Papua melakukan MoU dengan maskapai penerbangan, atau berkomunikasi dengan BUMN, agar BUMN yang membuka ruang kepada maskapai penerbangan.

“Karena kini mereka selesai sekolah, kembali ke Papua tapi hanya menganggur. Ini lucu menurut saya. Mereka menggunakan dana besar untuk disekolahkan, tapi setelah selesai tidak bisa praktek. Ini baru 20 anak masih ada puluhan lagi yang sekolah kini dan dibiayai Pemprov Papua,” kata Jack Komboy. (*)

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply