Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Masyarakat adat suku Korowai menyatakan, selama ini penambang emas tradisional di wilayah suku Korowai, hanya membayar Rp 30 juta untuk satu hektare areal pertambangan.
Pernyataan itu dikatakan Daud Subuhatu, Ketua Koperasi Yamkiwok Sinar Kasih, Kampung Kawei, Distrik Awombon, Pegunungan Bintang-Boven Digoel dalam dialog dengan anggota DPR Papua, John NR Gobai, Kamis (22/4/2021).
Ia mengatakan, situasi itu terjadi sebab para pemilik tanah adat di sana tidak paham akan hal seperti itu.
“Selama ini pemilik dusun dikasi Rp 30 juta, dan penambang ambil area sampai 1 hektar. Apakah itu seimbang (adil)? Sementara penambang menghasilkan kilogram emas dari tanah adat masyarakat. Masyarakat kami ditipu,” kata Daud Subuhatu.
Menurutnya, karena tak ingin masyarakat Korowai terus ditipu, pihaknya kemudian bersepakat mendirikan koperasi.
Tujuannya untuk memperjuangkan adanya penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR), agar mendapat izin pertambangan rakyat atau IPR.
“Setelah berjuang empat tahun, akhirnya kami bisa membentuk koperasi,” ujarnya.
Daud Subuhatu mengatakan, sebelum membentuk koperasi pihaknya terlebih dahulu memetakan batas wilayah adat setiap marga, yang dibagi menjadi 10 blok.
Ternyata 10 blok ini hanya milik satu marga, sub suku Singgaub, Marga Tangmo, yang terdiri dari 23 sub marga. Kami semua orang Korowai rapat, dan sepakat mendorong adanya pertambangan rakyat,” ucapnya.
Ia menjelaskan, secara administrasi suku Korowai berada pada lima wilayah pemerintahan, yakni Kabupaten Pegunungan Bintang, Boven Digoel, Asmat, Mappi dan Yahukimo.
Suku Korowai juga terdiri dari dua kelompok, yaitu Korowai Batu dan Korowai Rawa. Korowai Batu adalah mereka yang berada di dataran tinggi, sementara Suku Korowai Rawa berada di dataran rendah.
Katanya, wilayah Korowai menjadi sengketa lima wilayah pemerintahan, sehingga setiap kabupaten diminta membuat tata ruang wilayah suku Korowai semaksimal mungkin.
“Makanya kami minta bupati Pegunungan Bintang dan Boven Digoel bekerjasama agar wilayah kami bisa menjadi area legal untuk pertambangan rakyat. Akan tetapi mesti ada analisis mengenai dampak lingkungannya, agar tidak merugikan pihak lain,” katanya.
Sementara itu, anggota DPR Papua, John NR Gobai mengatakan dialog itu bertujuan mendengar berbagi keluhan dan keinginan masyarakat adat, yang hak ulayatnya memiliki potensi sumber daya alam.
“Kita semua sedang berjuang agar ada wilayah pertambangan rakyat dengan visi, orang Papua harus menjadi tuan di negerinya, dengan kekayaan alamnya,” kata Gobai.
Menurutnya, dalam memperjuangkan WPR, masyarakat adat mesti bersatu. Tidak bisa berjuang sendiri. Untuk itu perlu dibuat suatu wadah bersama.
“Kita tidak bisa berjuang sendiri sendiri. Kita mesti bersama dan saya siap. Sejak 2018 kami di DPR Papua sudah buat Perdasus pertambangan rakyat, yang saya usulkan ketika itu,” ujarnya. (*)
Editor: Edho Sinaga