Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Anggota Kelompok Kerja Adat, Majelis Rakyat Papua, Aman Jikwa menyatakan realitas pembangunan di Papua tidak sebagus perencanaan yang dibuat dan dipaparkan Pemerintah Provinsi Papua. Ia mengkritik Pemerintah Provinsi Papua yang mendengungkan pembangunan berbasis wilayah adat, namun tidak pernah melibatkan Majelis Rakyat Papua atau MRP dalam perencanaan pembangunan itu.
Hal itu dinyatakan Aman Jikwa dalam sesi tanya jawab Bimbingan Teknis bagi pimpinan dan anggota MRP yang berlangsung di Sentani pada Jumat (4/2/2022). Ia menyatakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua belum pernah duduk bersama MRP untuk membahas rencana pembangunan berbasis wilayah adat.
“Saya senang dengar Pemerintah Provinsi Papua punya program perencanaan pembangunan dengan pendekatan wilayah adat. MRP adalah representasi masyakarat adat di lima wilayah adat, dan selama ini kami belum pernah duduk bersama Bappeda untuk melakukan perencanaan pembangunan,” kata Jikwa.
Ia menyatakan berbagai proyek dan program pembangunan pemerintah gagal menghapuskan stigma bahwa Orang Asli Papua miskin dan terbelakang. “Miskinnya itu di segi apa?” Jikwa bertanya.
Baca juga: TNI/Polri diminta tidak duduki sekolah dan fasilitas umum di Papua
Dalam kenyataannya, demikian menurut Jikwa, pelaksanaan pembangunan di Papua tidak sebagus perencanaan yang dipaparkan Pemerintah Provinsi Papua. “Yang saya lihat, di daerah itu tanaman kopi, nanti daerah lain juga kopi lagi. Itu copy-paste juga. Apakah tidak ada perencanaan lain untuk menjawab bahwa OAP masih miskin?” tanyanya.
Jikwa menyatakan Tanah Papua merupakan tanah yang kaya dengan berbagai sumber daya alam. “Tanah Papua itu kaya, tapi kalau kita salah perencanaan, salah penanganan, maka salah juga nanti hasil panennya,” ucap Jikwa
Sekertaris Bappeda Provinsi Papua, Adolof Kambuaya mengatakan sebenarnya Orang Asli Papua tidak dikatakan miskin, karena Orang Asli Papua memiliki tanah dan sumber pangan yang melimpah. Akan tetapi, Orang Asli Papua belum mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang baik.
“Saya punya lahan ada, ternak ada, tanah ada, jadi itu bukan indikator miskin. Kalau indikator secara nasional, itu soal berapa besar pendapatan kita. Orang Asli Papua tidak miskin, ada hutan, sagu, laut, danau. Otonomi Khusus Papua ada karena Orang Asli Papua tertinggal [dalam] masalah [akses layanan] kesehatan dan pendidikan,” kata Kambuaya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G