Rakyat Papua tetap tenang walau ada diskriminasi hukum

Ilustrasi massa yang mengecam rasisme saat akan menyampaikan aspirasinya ke kantor Gubernur Papua, beberapa hari lalu - Jubi/Dok
Ilustrasi massa yang mengecam rasisme saat akan menyampaikan aspirasinya ke kantor gubernur Papua beberapa hari lalu – Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan HAM DPR Papua, Laurenzus Kadepa meminta rakyat Papua tetap tenang. Tidak terprovokasi dengan berbagai isu dan situasi yang kini berkembang di masyarakat, meski terkesan ada diskriminasi hukum.

Read More

Hal itu dikatakan Laurenzus Kadepa kepada Jubi pada Kamis (22/8/2019), terkait penangkapan dan sebanyak 34 orang dalam aksi demonstrasi mengecam persekusi, intimidasi, dan rasisme terhadap mahasiswa Papua yang digelar ribuan rakyat Papua di Timika, Rabu (21/8/2019).

Menurutnya, hingga kini kepolisian Jawa Timur belum menangkap atau menjadikan tersangka sejumlah oknum yang diduga melakukan rasisme, intimidasi terhadap mahasiswa Papua dan pengerusakan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Sementara, di Timika puluhan demonstran ditangkap dengan alasan demonstrasi rusuh dan lainnya.

“Ini yang saya maksud diskriminasi hukum. Saya minta masyarakat menahan diri. Jangan terprovokasi karena masyarakat nanti akan dikriminalisasi dengan berbagai alasan. Masyarakat akan korban. Aksi damai jangan dinodai tindakan-tindakan melawan hukum,” kata Laurenzus Kadepa.

Aksi mengecam rasisme, persekusi dan intimidasi terhadap mahasiswa kata politikus Partai Nasional Demokrat itu, merupakan bentuk kekecewaan rakyat Papua. Namun mesti dilakukan secara tertib tanpa mengganggu kepentingan umum, atau masyarakat lain.

“Kita mesti mewaspadai provokasi pihak-pihak tertentu yang berupaya mengarahkan aksi damai ini ke konflik, suku, ras dan agama. Jangan provokasi oleh pihak-pihak tertentu, karena justru akan menyebabkan kita orang Papua semakin korban,” ujarnya.

Terkait penangkapan puluhan massa aksi di Mimika, Kadepa meminta kepolisian membebaskan mereka yang ditangkap dan menghentikan proses hukum. Katanya, polisi mesti objektif melihat situasi di Papua kini. Aksi itu spontanitas, sebagai bentuk protes rakyat Papua melawan rasisme, bukan karena hal lain.

“Saya minta Polda Papua, Kapolres Mimika dan kapolres di wilayah lain di Papua yang terjadi aksi demo mengecam rasisme, hentikan mencari-cari oknum untuk dituding sebagai pihak bertanggungjawab. Dituduh merusak ini dan itu. Cara-cara itu akan menimbulkan masalah baru. Ini aksi murni kekecewaan rakyat Papua yang mengalami rasisme,” ucapnya.

Pemerintah pusat lanjut Kadepa, mesti segera turun tangan menyelesaikan masalah rasisme ini. Aparat kepolisian harus segera mencari oknum anggota ormas yang diduga memprovokasi dan menerikkan kata-kata rasis kepada mahasiswa Papua di Surabaya dan menyebabkan masalah seperti kini.

Kejadian Surabaya kata Kadepa, hanya merupakan pemicu. Akumulasi dari sakit hati rakyat Papua selama ini. Orang asli Papua sudah berkali-kali mendapat perlakukan rasisme. Sudah banyak kasus rasisme terhadap orang asli Papua selama ini, yang terpendam di hati rakyat Papua.

“Puncaknya kejadian di Surabaya. Namun saya minta Kapolda dan Pangdam tidak perlu melakukan penambahan pasukan ke Papua karena hingga kini situasi di Papua secara umum kondusif,” katanya.

Dikutip dari kantor berita Antara, Kapolres Mimika, AKBP Agung Marlianto mengatakan polisi telah menyita bensin dan sejumlah alat tajam, yang diduga akan dipakai untuk membuat kerusuhan.

“Saat mengamankan mereka, kami juga menemukan bendera bintang kejora. Jadi, jelas ada penumpang gelap yang berseberangan memanfaatkan aksi unjuk rasa damai ini,” kata AKBP Agung Marlianto.

Menurutnya, polisi juga menyelidiki penggunaan senjata rakitan saat massa kocar-kacir membubarkan diri dari halaman Kantor DPRD Mimika. Polisi menerima laporan dari pemilik salah satu dealer kendaraan di Timika, bangunannya ditembaki seseorang.

“Kasat Reskrim dan unit identifikasi masih mengecek proyektil yang ditemukan di lokasi kejadian. Kami pastikan itu bukan dari senjata organik TNI dan Polri, namun dari senjata rakitan seperti doorlock,” ucapnya. (*)

Editor : Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply