Qatar sebut mengisolasi Taliban semakin mengguncang Afghanistan

Papua Afghanistan
Ilustrasi, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Doha, Jubi – Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, memperingatkan dunia bahwa mengisolasi Taliban dapat menyebabkan ketidakstabilan lebih lanjut di Afghanistan.  Al Thani mendesak negara-negara dunia terlibat dengan gerakan Islam garis keras untuk mengatasi masalah keamanan dan sosial ekonomi di Afghanistan.

Read More

“Kalau kita mulai menentukan syarat-syarat dan menghentikan kontak ini, kita berarti membiarkan ada kekosongan, dan pertanyaannya adalah, siapa yang akan mengisi kekosongan ini?,” kata Al Thani saat pertemuan bersama mitranya dari Jerman, Menlu Heiko Maas di Doha, Selasa (31/8/2021) kemarin.

Baca juga : Puluhan negara sampaikan pernyataan untuk Afghanistan

PBB sebut Afghanistan di ambang bencana kemanusiaan

Misi militer AS berakhir, Biden : Afghanistan tentukan nasib sendiri

Negara Teluk Arab yang bersekutu dengan AS itu telah muncul sebagai teman bicara utama bagi Taliban, setelah menjadi tuan rumah kantor politik bagi kelompok itu sejak 2013. Tidak ada negara yang mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan setelah kelompok itu merebut Kabul pada pertengahan Agustus lalu.

Banyak negara Barat telah mendesak kelompok itu untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dan menghormati hak asasi manusia.

“Kami percaya bahwa, tanpa keterlibatan, kita tidak dapat mencapai … kemajuan nyata di bidang keamanan atau di bidang sosial ekonomi,” kata Al Thani.

Meski ia mengatakan mengakui Taliban sebagai pemerintah bukanlah prioritas.

Menteri Luar Negeri Jerman, heiko Maas mengatakan pemerintahnya bersedia membantu Afghanistan, tetapi ada syarat-syarat tertentu untuk mendapatkan bantuan internasional.

Taliban, yang telah mengadakan pembicaraan dengan anggota pemerintah Afghanistan sebelumnya dan masyarakat sipil lainnya, mengatakan mereka akan segera mengumumkan susunan lengkap kabinet.

Sheikh Mohammed mengatakan kelompok itu telah menunjukkan keterbukaan terhadap gagasan soal pemerintah yang inklusif.

Taliban dikenal dengan aturan yang keras sejak 1996 hingga 2001. Pada masa itu, mereka memaksakan penerapan pemahaman garis keras soal hukum Islam. Mereka juga menindas perempuan, termasuk melarang perempuan belajar dan bekerja. Meski saat ini Taliban telah berusaha untuk meredakan kekhawatiran dengan menyatakan komitmen bahwa pihaknya akan menghormati hak-hak individu. Termasuk menegaskan di bawah pemerintahan kelompoknya, perempuan akan dapat belajar serta bekerja. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply