Putusan terhadap Tapol Papua tak menjamin kebebasan berpendapat

Papua
Ilustrasi aksi solidaritas mahasiswa di Jayapura menuntut adanya keadilan hukum terhadap tujuh Tapol Papua - Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Makassar, Jubi – Satu di antara penasihat hukum atau PH tahanan politik (Tapol) Papua yang diadili di Pengadilan Negeri atau PN Balikpapan, Kalimantan Timur, Emanuel Gobay menyatakan putusan majelis hakim terhadap tujuh Tapol Papua pada 17 Juni 2020, menjawab desakan adanya keadilan terhadap para Tapol.

Desakan memberikan keadilan terhadap tujuh Tapol Papua itu, disuarakan berbagai elemen di Papua dan di luar Papua baik melalui demonstrasi, pernyataan sikap tertulis maupun diskusi secara daring.

Read More

Akan tetapi vonis majelis hakim tersebut, tidak menjamin akan memberikan ruang kebebasan menyampaikan pendapat terhadap aktivis, mahasiswa atau rakyat Papua pada masa mendatang.

Pernyataan itu dikatakan Emanuel Gobay melalui panggilan teleponnya, Kamis (18/6/2020).

Ia mengatakan meski vonis terhadap tujuh Tapol Papua lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau JPU, namun pihaknya kecewa karena analisis yuridis PH yang dimuat dalam pledoi para Tapol dikesampingkan majelis hakim.

“Dalam analisis yuridis, kami menguraikan fakta, dikuatkan dengan alat bukti juga teori pidana. Kami menyimpulkan, dugaan tindak pidana makar yang dituduhkan kepada ketujuh Tapol Papua tidak terbukti, sehingga kami minta mereka dibebaskan tanpa syarat,” kata Emanuel Gobay.

Menurutnya, karena analisis yuridis PH dikesampingkan majelis hakim dalam pertimbangannya, ia khawatir pada masa mendatang kriminalisasi pasal makar terhadap para pihak di Papua, melalui peradilan pidana masih akan terjadi.

“Kami berharap penegak hukum melihat kembali dan mempraktekkan penyampaian hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam judicial review pasal makar beberapa waktu lalu,” ucapnya.

Katanya, ketika itu hakim MK menegaskan kepada aparat penegak hukum, agar berhati-hati menggunakan pasal makar kepada mereka yang menyampaikan kebebasan berpendapat di muka umum.

Katanya, vonis terhadap para Tapol  juga menunjukkan ketua majelis hakim mengedepankan aspek sosiologis dalam pertimbangannya. Baik aspek sosiologis dalam konteks melihat tanggapan masyarakat, juga menjawab desakan berbagai pihak akan adanya keadilan.

“Dugaan kami, ini putusan yang mengandung kompromi. Di sisi lain untuk menjawab tuntutan keadilan dari rakyat dan di sisi lain mengamankan kepentingan negara di Papua. Misalnya kestabilan negara, karena delik makar itu dikategorikan kejahatan terhadap negara,” katanya.

Dalam putusannya, majelis hakim memvonis tujuh Tapol Papua, yakni lebih ringan dari tuntutan JPU. Buchtar Tabuni yang dituntut 17 tahun penjara divonis 11 bulan penjara, Agus Kossay yang dituntut 15 tahun penjara divonis 11 bulan penjara, Steven Itlay yang dituntut 15 tahun penjara divonis 11 bulan penjara.

Fery Kombo yang dituntut 10 tahun penjara divonis 10 bulan penjara, Alexander Gobay yang dituntut 10 tahun penjara divonis 10 bulan penjara, Irwanus Uropmabin yang dituntut lima tahun penjara divonis 10 bulan penjara, dan Hengki Hilapok yang dituntut lima tahun penjara divonis 10 bulan penjara.

Terhadap putusan itu, JPU maupun PH para Tapol Papua menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding. Kedua pihak diberikan waktu sepekan untuk memutuskan langkah yang akan ditempuh selanjutnya. Apakah menerima putusan tersebut atau mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Papua.

Anggota komisi bidang politik, hukum dan HAM DPR Papua, Laurenzus Kadepa semua pihak dapat menerima putusan majelis hakim.

“Saya berharap JPU maupun penasihat hukum ketujuh Tapol tidak tidak melakukan upaya banding terhadap putusan itu,” kata Kadepa.

Ia menilai majelis hakim sudah bijaksana dalam memutus perkara tujuh Tapol Papua itu, karena jauh lebih ringan dari tuntutan JPU. (*)

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply