Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Petani di Kabupaten Nabire, Papua, mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Kelangkaan pupuk bersubsidi di Nabire itu bahkan sudah berlangsung selama lima bulan lebih.
Salah seorang petani di Kampung Wanggar Sari, Distrik Wanggar, Nabire, Welem Muyapa menyatakan sepanjang musim tanam ini ia kesulitan mencari pupuk bersubsidi. Ia terpaksa membeli pupuk non subsidi yang lebih mahal, dan khawatir panenannya akan merugi.
“Pupuk subsidi susah, [sulit] didapat. Ini sudah mau lima bulan, [pupuk bersubsidi] belum ada,” kata Welem.
Welem menuturkan ia akhirnya terpaksa menggunakan ke pupuk non subsidi yang harganya dua kali lipat. Menurutnya, harga pupuk bersubsidi di Nabire berkisar Rp130 ribu per 50 kilogram. Sementara harga pupuk non subsidi mencapai Rp250 ribu per 50 kilogram. Jadi, untuk satu lahan, kalau tiga karung, harus siapkan uang Rp750 ribu,” keluhnya.
Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian (Kabid PSP) Dinas Pertanian Nabire, Novir Pawang membenarkan jika pupuk bersubsidi sulit dicari di Nabire. Menurutnya, kelangkaan pupuk itu terjadi secara nasional.
Baca juga: Pupuk anorganik sulit dicari dan berbahaya, Petani di Nabire “putar otak”
“Benar, pupuk memang agak susah. Tetapi [kelangkaan pupuk itu] bukan hanya [terjadi] di Nabire, itu hampir di seluruh wilayah,” kata Novir saat dikonfirmasi Jubi melalui selulernya pada Sabtu (17/7/2021).
Novir menjelaskan kelangkaan pupuk bersubsidi itu terjadi karena ada pengurangan pasokan pupuk bersubsidi secara nasional dari 23,23 juta ton menjadi 9 juta ton pada 2021. Ia menerima informasi itu saat mengikuti pertemuan Kementerian Pertanian RI di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Novir, pasokan pupuk bersubsidi dipangkas karena karena keterbatasan anggaran. “[Pasokan] pupuk [bersubsidi] dikurangi, sebab itu terkait anggaran. Itu saya dapat saat rapat di Jakarta. Kalau pupuk non subsidi ada,” jelasnya.
Novir menyarankan agar kelompok tani mencampur seluruh pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi, dan membagikannya secara merata kepada anggota kelompok tani masing-masing. Dengan cara itu biaya produksi setiap petani bisa dihemat. “Kami sudah imbau mereka seperti itu. Karena itu situasional, tidak bisa dipaksakan [untuk mendapat pupuk bersubsidi],” tuturnya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G