Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sejumlah 5.247 keluarga di Papua menerima Surat Keputusan Perhutanan Sosial atau SK Hijau dari Presiden Joko Widodo pada Kamis (3/2/2022). Selain itu, Presiden Jokowi juga menyerahkan Surat Keputusan Pelepasan Kawasan Hutan Melalui Perubahan atau SK Biru kepada 264 penerima di Papua.
Penyerahan SK Hijau dan SK Biru bagi sejumlah penerima di Papua itu dilakukan secara daring. Luasan lahan yang pada Kamis ditetapkan sebagai kawasan Perhutanan Sosial di Papua itu mencapai 36.003 hektare. Sementara sebaran lahan Pelepasan Kawasan Hutan Melalui Perubahan berada di Kabupaten Mimika, Nabire, Merauke, Biak Numfor, Keerom dan Kota Jayapura.
Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Herban Heriyandana mengatakan Perutanan Sosial merupakan program pemerintah untuk meningkatkan akses bagi masyarakat di sekitar hutan untuk memanfaatkan sumber daya alam di dalam hutan. “Ada istilah salam lima jari (program) yakni hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan taman rakyat dan sebagainya,” kata Herban di Jayapura, Kamis.
Baca juga: Dua perusahaan penyebab kebakaran hutan ini digugat KLHK
Ia menjelaskan, Pelepasan Kawasan Hutan Melalui Perubahan juga dilakukan pemerintah untuk meningkatkan akses masyarakat memanfaatkan sumber daya alam hutan. Menurutnya, lahan yang dilepaskan dari status hutan itu adalah kawasan hutan yang telah dikuasai secara eksisting, misalnya dalam bentuk permukiman atau lahan garapan yang ada selama lebih dari 20 tahun.
“Yang jelas dua SK ini berbeda. Buku Hijau statusnya tetap kawasan hutan, tapi masyarakat boleh menggarap dan [izin menggarap itu] bisa diperpanjang sekian puluh tahun.Sementara yang [Buku] Biru bukan lagi kawasan hutan, sehingga pihak Pertanahan bisa menerbitkan sertifikat di lahan tersebut,” ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, Yan Yap Ormuseray berharap masyarakat yang menerima SK Hijau dan SK Biru bisa mengelola kawasan hutan secara baik. “Lahan yang sudah diberikan negara harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Pendampingan akan tetap ada, karena itu merupakan program pemerintah pusat,” kata Ormuseray.
Ia menyatakan pengelolaan kawasan hutan yang sudah diberikan ke masyarakat untuk dikelola akan tetap dalam pengawasan negara. “Semoga itu menjadi awal masyarakat untuk berusaha, sebab masyarakat sudah memiliki kepastian hukum dan hak untuk lahan, yang diberikan langsung [oleh] Presiden,” tutupnya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G