Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Presiden Jokowi didesak untuk memerintahkan dihentikannya operasi militer yang masih berlangsung di bawah komando Panglima TNI, Menteri Pertahanan, di bawah kontrol Menko Polhukam di Distrik Yigi dan Distrik Mbua-Kabupaten Nduga-Provinsi Papua.
Menurut Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Cristian Warinussy, Operasi militer (military operation) ini dalam berbagai pengalaman selama lebih dari 50 tahun integrasi Papua ke dalam pangkuan NKRI, senantiasa meninggalkan trauma sosial dan kemanusiaan bagi rakyat Papua.
“Hal ini disebabkan adanya dugaan terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat, ujar Warinussy, senin (26/08/2019).
Lanjut dia, dugaan ini semakin diperkuat dengan situasi terkini dimana akses ke dan dari Nduga hanya dikuasai oleh TNI semata.
Padahal jika akses dibuka untuk para pekerja HAM, Komnas HAM, pemimpin lembaga keagamaan dan jurnalis (lokal, nasional dan internasional), maka informasi yang berimbang dan dapat dipertanggung – jawabkan secara ilmiah dan hukum bisa diperoleh.
Situasi makin menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab hingga hari ini LP3BH sebagai salah pegiat HAM belum pernah mendengar adanya pernyataan resmi dari Kapolda Papua tentang hasil penyelidikan kriminal terhadap peristiwa Nduga tersebut dan hasil identifikasi yang telah dilakukan terhadap jenasah para korban mati ataupun luka dan yang selamat.
“Berdasarkan fakta – fakta itulah, maka sebagai Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari mendesak Presiden Jokowi untuk segera merubah pola pendekatan keamanan (security approach) yang lebih dari 50 tahun diperlakukan di Tanah Papua, ”
Sebaiknya, kata dia, Presiden Jokowi memulai dengan model pendekatan keamanan berbasis masyarakat (community based security) dengan melibatkan masyarakat asli Papua pada baris terdepan dalam mengamankan kegiatan – kegiatan pembangunan yang berlangsung di Tanah Papua, termasuk di Nduga dan sekitarnya.
“Dan saya berpendapat, Presiden Jokowi harus berani ubah pola pendekatan keamanan di Tanah Papua yang dapat diawali dengan kebijakan demiliterisasi. Kepada kepolisian sesuai visi dari kebijakan Otonomi Khusus menurut Undang Undang No.21 Tahun 2001, sudah saatnya dilaksanakan secara penuh dengan mengedepankan pola penegakan hukum yang mengutamakan aspek kemanusiaan dan partisipasi masyarakat adat Papua,” tuturnya.
Warinussy bilang, peristiwa Nduga harus diusut dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum pidana dan kriminologi untuk mengungkap motifnya secara hukum. Kemudian menjerat siapa saja yang diduga keras terlibat dan menyeretnya ke pengadilan yang mandiri dan adil guna mempertanggung – jawabkan perbuatannya, baik terduga pelaku yang berasal dari kalangan sipil maupun non sipil sekalipun.
“Jika penegakan hukum berjalan dengan baik, benar dan adil, maka niscaya ketertiban dan ketenteraman sosial di Tanah Papua akan terbangun kembali sebagai awal dari kedamaian yang menjadi dambaan orang asli Papua dan penduduk di atas tanah Papua,” terangnya.
Terpisah, Legislator Papua Jhon NR Gobai, sependapat bahwa langkah operasi militer di Papua umumnya dan di Nduga khususnya harus dihentikan. Bagi Gobai, pengelesaian masalah di Papua harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan.
“Ini agar tidak menimbulkan trauma bagi warga sipil termasuk pelanggaran HAM sebab orang Papua sudah trauma dengan militer,” tandasnya. (*)
Editor: Syam Terrajana