Presiden diminta tak abaikan keputusan rapat adat masyarakat adat Anim Ha

Masyarakat Adat Anim Ha yang berkumpul di halaman Bupati Merauke, Senin (2/6/2019). - Jubi/Arjuna Pademme
Masyarakat Adat Anim Ha yang berkumpul di halaman Bupati Merauke, Senin (2/6/2019). – Jubi/Arjuna Pademme

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Merauke, Jubi –  Masyarakat adat dari empat kabupaten di Wilayah Adat Anim Ha menggelar rapat adat di halaman Kantor Bupati Merauke, Senin (3/6/2019). Rapat itu membahas tuntutan alokasi kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota bagi orang asli Papua. Tokoh suku Asmat di Kabupaten Merauke, Elias Asembi meminta Presiden Indonesia, Joko Widodo tidak mengabaikan keputusan rapat adat itu, demi mencegah potensi konflik di masa mendatang.

Read More

“Presiden mesti manjawab apapun nanti tuntutan kami, masyarakat adat dari Wilayah Adat Anim Ha. Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah kabupaten/kota di Papua juga harus mendukung langkah yang kami perjuangkan ini, demi menghindarinya terjadinya gesekan di masyarakat suatu hari nanti,” kata Elias Asembi kepada Jubi, Senin (3/6/2019).

Rapat membahas tuntutan alokasi kursi khusus untuk orang asli Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota tersebut dihadiri perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Majelis Rakyat Papua (MRP), dan perwakilan masyarakat adat dari empat kabupaten di Wilayah Adat Anim Ha. Selain itu, sejumlah akademi dan Pemerintah Kabupaten Merauke juga turut hadir dalam rapat adat masyarakat Wilayah Adat Anim Ha itu.

Baca juga Anggota DPRP inginkan alokasi kursi khusus orang asli Papua di DPRD kabupaten/kota

Rapat adat itu awalnya digagas oleh masyarakat adat Marind-Buti, masyarakat adat yang bermukim Kabupaten Merauke. Gagasan rapat adat itu muncul karena banyak calon anggota legislatif (caleg) orang Malind-Buti gagal terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Merauke dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Dari 30 kursi DPRD Kabupaten Merauke periode 2019 – 2024, diperkirakan hanya dua kursi yang akan dimenangkan oleh caleg Malind-Buti. Sejumlah dua kursi lainnya diperkirakan dimenangkan oleh caleg asli Papua yang bukan berasal dari suku Malind-Buti. Itu berarti keterwakilan orang Malind-Buti dalam DPRD Kabupaten Merauke periode 2019-2024 kurang 10 persen, dan keterwakilan orang asli Papua di DPRD Merauke kurang dari 20 persen.

Baca juga Tanpa aturan kuota, partai politik tidak bisa dipaksa memprioritaskan caleg asli Papua

Hasil Pemilu 2019 itulah yang memunculkan gagasan rapat adat tuntutan alokasi kursi DPRD Kabupaten Merauke. Seiring waktu, gagasan itu mendapat dukungan dari masyarakat adat Anim Ha lainnya di tiga kabupaten lain yakni Asmat, Mappi dan Bovendigoel. Masyarakat adat wilayah Anim Ha meminta adanya alokasi kursi khusus bagi orang asli Papua di DPRD kabupaten/kota, mengikuti mekanisme sistem pengangkatan anggota DPRP dari tujuh wilayah adat di Papua.

Elias Asembi berharap Presiden Joko Widodo dapat menindaklanjut aspirasi yang diputuskan dalam rapat adat itu. “Kami minta ada Instruksi Presiden yang mengatur sistem pengangkatan khusus bagi orang asli Papua dalam pemilihan anggota DPRD  kabupaten/kota. Kami menuntut apa yang menjadi hak politik kami,” ujarnya.

Baca juga Masyarakat adat Anim Ha gelar rapat adat tuntut hak politik

Asembi menyatakan selama ini Pemerintah Indonesia tidak menempatkan masyarakat adat di Papua sebagai pemangku kepentingan politik di Papua, dan Pemerintah Indonesia mengabaikan hak politik masyarakat adat di Papua. Akibatnya, secara perlahan masyarakat adat terus tersingkir dari sistem politik di Papua, dan seakan bukan lagi pemilik di tanah leluhurnya.”Pemerintah hanya butuh kami pihak adat ketika ada masalah di masyarakat. Adat hanya dijadikan tameng,” ucapnya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dari 14 kursi pengangkatan, Yonas Nusy mengatakan mendukung langkah yang dilakukan masyarakat adat Anim Ha itu. Nusy berharap semua pemangku kepentingan politik di Papua akan duduk bersama semua pihak mencari solusi terbaik terkait minimnya keterwakilan masyarakat adat di DPRD kabupaten/kota.

“Kami akan memulai memperjuangkan hak-hak politik orang asli Papua dari wilayah adat Anim Ha di Selatan Papua. Kami berharap ini dapat menginspirasi masyarakat adat di wilayah adat lain di Papua dan Papua Barat,” kata anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan HAM DPR Papua itu. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply