Jayapura, Jubi – Kelompok Khusus atau Poksus DPR Papua, yang beranggota 14 anggota dewan melalui mekanisme pengangkatan dari lima wilayah adat, meminta 5 Agustus ditetapkan sebagai hari kebangkitan budaya Papua.
Ketua Poksus DPR Papua, John NR Gobai mengatakan, selama ini di Papua, 5 Agustus diperingati sebagai Hari Ulang Tahun atau HUT Grup musik tradisional Papua, Mambesak.
Untuk itulah pihaknya meminta Pemerintah Provinsi Papua menetapkan, 5 Agustus sebagai hari kebangkitan budaya Papua, yang nantinya diatur dalam diatur dalam revisi Perdasus Nomor 16 Tahun 2008 tentang pembinaan dan perlindungan kebudayaan asli Papua.
“Kami sudah sampaikan usulan ini dalam pandangan akhir Kelompok Khusus DPR Papua, saat penutupan paripurna laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) gubernur tahun anggaran 2020,” kata John Gobai kepada Jubi, Kamis (16/9/2021).
Menurutnya, dalam penutupan paripurna LKPJ Gubernur tahun anggaran (TA) 2020, Poksus DPR Papua juga meminta Pemerintah Provinsi Papua juga menetapkan nama Jalan Trans Papua dari Jayapura ke Wamena, dengan nama Jalan Andreas Karma.
Katanya, ini sebagai bentuk penghargaan kepada ayah Filep Karma atas jasanya melakukan ekspedisi berjalan kaki dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya ke Jayapura selama beberapa bulan.
“Ketika itu, Andreas Karma melakukan ekspedisi jalan kaki, untuk membuktikan kalau Jayapura- Jayawijaya dapat dilalui dengan akses darat,” ujarnya.
Gobai mengatakan, Pemprov Papua juga mesti menetapkan cenderawasih sebagai mahkota kebesaran Papua. Penggunaannya diatur dalam Revisi Perdasus Nomor 16 Tahun 2008, agar tidak sering disalahgunakan.
Sekretaris Poksus DPR Papua, Yohanis Ronsumbre saat menyampaikan pendapat akhir pihaknya pada paripurna LKPJ Gubernur TA 2020 mengatakan, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2019 tentang klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah, maka Pemprov Papua dapat mengusulkan adanya rekening dalam buku APBD, yaitu dana untuk lembaga adat atau Dewan Adat dan penanganan konflik sosial.
Kata Ronsumbre, pihaknya juga sependapat dengan Komisi I DPR Papua terkait dengan dialog Papua-Jakarta, untuk menyelesaikan akar persoalan di Papua.
“Penyelesaian permasalahan pelurusan sejarah dan pelanggaran HAM masa lalu sesuai dengan pasal 46 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2001,” kata Ronsumbre. (*)
Editor: Timoteus Marten