Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Upaya jemaat Gereja Kristen Injili (GKI) Eden Tanjung Ria, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura patut mendapat dukungan dari semua pihak. Terutama dalam menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah ke laut karena akan mengganggu pertumbuhan terumbu karang di perairan Kampung Kayu Batu, Kota Jayapura.
“Monitoring sangat penting untuk melihat pertumbuhan terumbu karang tersebut dan sangat bergantung dari kebersihan air laut,” kata dosen Fakultas Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, Universitas Ottowa dan Geissler, Triana Kubelaborbir, kepada Jubi, Rabu (4/3/2020).
Dia menambahkan pertumbuhan terumbu karang sangat tergantung dan cahaya matahari, kecerahan, kualitas air, dan arus pergerakan air laut.
“Jadi polip karang itu sangat tergantung arus pengendalian air laut. Apalagi setiap tahun pertumbuhan karang akan bertambah hanya satu centimeter,” kata alumni Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon itu.
Dia juga mengingatkan kalau faktor sedimentasi sangat menghambat pertumbuhan terumbu karang. Oleh karena itu, lanjut dia, aktivitas penebangan di tepi sungai akan mempercepat terjadinya proses sedimentasi yang membuat laut dangkal dan tentunya akan membuat karang ikut pula mati.
Terpisah, Sekretaris Kota Jayapura, Frans Pekey, mengingatkan agar warga dalam mencari ikan tidak menggunakan bahan peledak, obat bius atau potassium, karena akan merusak terumbu karang.
“Kita harus menjaga terumbu karang karena itu merupakan rumah ikan,” katanya seraya mengingatkan di Kota Jayapura ada sebuah kampung karena terdapat banyak bahan peledak atau bom ikan sehingga orang menamakan nama kampung Vietnam.
Sekda Kota Jayapura juga mengingatkan warga agar tidak membuang sampah plastik ke laut karena akan mengganggu pertumbuhan terumbu karang.
“Saya ingatkan jangan membuang sampah ke laut,” katanya, saat mencanangkan penanaman terumbu karang bersama KPKC Klasis Port Numbay di Kampung Kayu Batu, Sabtu (29/2/2020).
Ekosistem terumbu karang
Jubi mengutip dari coremap.oseanografi.lipi.go.id, terumbu karang adalah ekosistem yang mengandung sumber daya alam yang besar sehingga sangat memberikan manfaat penting bagi umat manusia.
Oleh karena itu menurut peneliti Coremap Oseanografi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia perlu adanya kearifan manusia untuk mengelolanya, yang bisa menjadikan sumber daya alam ini menjamin kesejahteraan manusia sepanjang zaman. Tanpa menghiraukan masa depan dan terus-menerus merusak, ekosistem terumbu karang akan menjadi semacam padang gurun tandus di dalam laut yang hanya dipenuhi oleh patahan-patahan karang dan benda mati lainnya.
Untuk mengelola itu sangat diperlukan formulasi untuk mengatur aktivitas manusia serta mengurangi dan memantau cara-cara pemanfaatan yang merusak. Pengelolaan terumbu karang harus berbasis pada keterlibatan masyarakat sebagai pengguna langsung sumber daya laut ini. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya terumbu karang sangat penting mulai dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, sampai pada tahap evaluasi dari suatu cara pengeloaan.
Indonesia yang terletak di sepanjang katulistiwa mempunyai terumbu karang terpanjang da terluas di dunia, yang tersebar mulai dari Aceh sampai Papua. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, yang 60 persen tinggal di daerah pesisir, maka terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghidupan utama.
Di samping sebagai sumber perikanan, terumbu karang memberikan penghasilan antara lain industri ikan hias sampai pada tingkat nelayan pengumpul. Terumbu karang juga merupakan sumber devisa bagi negara, termasuk usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat nelayan.
Sayangnya terumbu karang di Indonesia semakin memburuk kondisinya, yang secara langsung dapat dibuktikan dari hasil tangkapan ikan oleh nelayan yang semakin menurun. Selain jumlah hasil tangkapan ikan semakin menurun, juga ukuran ikannya semakin kecil. Di samping itu nelayan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencari ikan. Peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan di daerah pesisir yang semakin meluas, menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap ekosistem terumbu karang. (*)
Editor: Dewi Wulandari