Pertemuan malam terakhir Yesus bukan perjamuan keputusasaan

Pastor Selpius Goo saat membasuhi kaki 12 umatnya sebagai kenangan akan Yesus membasuhi kaki kedua belas murid - Jubi/Titus Ruban
Pastor Selpius Goo saat membasuhi kaki 12 umatnya sebagai kenangan akan Yesus membasuhi kaki kedua belas murid – Jubi/Titus Ruban

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi – Jamuan pertemuan malam terakhir Yesus bersama para murid-Nya, bukanlah perjamuan keputusasaan dan kesedihan melainkan perjamuan yang penuh keakraban serta persaudaraan yang penuh bermakna. Perjamuan itu merupakan simbol penyerahan diri Yesus yang total, tubuh dan darah-Nya diberikan demi keselamatan murid-murid-Nya.

Read More

“Tubuh Yesus diserahkan untuk menebus segala dosa kita. Pemberian diri yang habis-habisan itu dilambangkan pula dalam upacara pembasuhan kaki kepada 12 murid Yesus. Untuk semua pengorbanan ini, kita diajak untuk memberi pelayanan yang sama yaitu rela melayani dengan kasih dan cinta,” kata Imam Paroki Kristus Raja (KR) Nabire, Pastor Selpius Goo, dalam homilinya pada perayaan Hari Raya Kamis Putih di Gereja KR, Kamis (18/4/2019) malam.

Menurutnya, upacara pembasuhan kaki merupakan tanda kerendahan diri dan tanda bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihi dan melayani para murid-Nya. Maka sumber kekuatan sebagai pengikut Kristus yakni meneladani teladan yang telah ditunjukan oleh Yesus pada penyerahan tubuh dan darahnya untuk keselamatan umat manusia.

“Maka saya mengajak kita sekalian untuk membuka hati dan mengakui bahwa kita adalah orang yang berdosa, lemah, dan membutuhkan Tuhan dalam menjalani hidup kita,” ujar Pastor Goo.

Lanjut Pastor Goo, pembasuhan kaki 12 murid juga merupakan tanda memasuki Trihari Suci (Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci atau yang dikenal dengan malam Paskah).

Untuk mengenangkan kembali kehadiran Yesus pada hari Kamis Putih, yakni Yesus dengan para murid-Nya makan bersama dalam satu perjamuan terakhir.

“Sebagai lambang bahwa Yesus benar-benar menyerahkan diri seutuh-Nya untuk para murid dan orang yang percaya, termasuk kita. Karena besar kasih Allah, maka dalam diri Yesus kasih itu menjadi nyata dan sungguh-sungguh mengasihi umatnya, walaupun umat berdosa, tidak berpengaruh tapi bagi Allah kita adalah orang yang berharga,” ujarnya.

Partor Goo juga mengimbau kepada umat paroki Gereja Kristus Raja agar tidak terlarut dalam pelaksanaan pesta demokrasi yang baru saja dilaksanakan sehari sebelumnya. Maka, umat paroki Kristus Raja Nabire diimbau untuk menunggu hasil pemilu dari KPU dan jangan sampai pesta demokrasi mengganggu pesta yang sedang dirayakan.

“Masyarakat harus tunggu hasil KPU. Banyak isu yang tersebar baik isu miring sampai yang baik. Kita tenang dan lebih fokus pada Tri Hari Suci dan memaknai dua pesta ini (pesta demokrasi dan Paskah), sebagai perayaan kebangkitan,” katanya.

“Maka, kedua perayaan ini dimaknai sebagai perayaan kebangkitan. Jika sebelumnya kita menjadikan pesta demokrasi tidak sesuai dengan kebaikan kesejahteraan bersama. Sebaiknya perayaan Tri Hari Suci kita jadikan perayaan kebangkitan bersama,” sambungnya.

Seorang umat, Teresia, mengatakan pekan suci diawali dengan perayaan Minggu Palma sehingga hari-hari dalam pekan suci dimaksudkan untuk merenungkan secara khusus tahap-tahap dan hari-hari akhir hidup Yesus yang memasuki sengsara-Nya.

Pekan suci meliputi hari Minggu Palma, hari Senin sampai Kamis dalam Pekan Suci. Kemudian Kamis malam, Jumat hingga Sabtu adalah puncak penderitaan Yesus, sebelum nantinya Ia bangkit pada hari raya Paskah.

“Sehingga bagi saya, memaknai dan merayakan Tri Hari Suci harus meneladani kisah sengsara dan ajaran Yesus. Bukan saja saat hari raya, tetapi lebih pada kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply