Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Tokoh Papua, Michael Manufandu menyatakan perlawanan orang asli Papua terhadap pemerintah pusat, berpotensi menyebabkan dunia internasional mengintervensi Pemerintah Indonesia.
Duta Besar senior itu mengatakan, pengalamannya selama lebih 10 tahun hadir dalam berbagai forum internasional, negara-negara Pasifik, New Zeland, Belanda dan lainnya selalu menggunakan isu HAM dalam pendekatan masalah Papua.
Menurutnya, mungkin pendekatan isu HAM itu sengaja digunakan berbagai negara, untuk mengintervensi kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Papua.
Pernyataan itu dikatakan Michael Manufandu dalam diskusi daring Papua Strategic Policy Forum #5 “Urgensi Pembentukan Pengadilan HAM & Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Papua” pada Senin (20/7/2020).
Diskusi yang digelar Gugus Tugas Papua Universitas Gajah Mada (UGM) ini juga menghadirkan beberapa pembicara lain.
Mereka adalah Anum Siregar (Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua), Beka Ulung Hapsara (Komisioner Komnas HAM RI), Victor Mambor (Jurnalis senior Papua), dan Gabriel Lele (Peneliti Gugus Tugas Papua UGM).
“Itu pertanyaan bagi saya. Saya menilai kalau orang Papua terus melawan karena dianggap separatis, dan menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM, bisa [intervensi dunia internasional] itu terjadi, karena ini pertimbangan politik. Bukan [pertimbangan] hukum dan ekonomi,” kata Manufandu.
Ia juga mempertanyakan mengapa penambahan militer dan polisi secara intensif dan masif dilakukan, seakan orang Papua musuh Pemerintah Indonesia.
Selain itu, mengapa negara-negara di Pasifik yang merupakan anggota Pasific Island Forum dan Melanesian Spearhead Group (PIF dan MSG) terus mengangkat masalah Papua dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak 2015 hingga kini.
“Mengapa lembaga asing dan jurnalis asing dibatasi, dilarang, dipersulit masuk ke Tanah Papua. Ini beberapa pertanyaan kritis yang mesti dipikirkan bersama secara objektif, konstruktif, dan rasional,” ujarnya.
Manufandu mengatakan, saat ini yang diperlukan yakni pemerintah pusat bermusyawarah dengan orang asli Papua agar mencapai mufakat titik temu terbaik.
Katanya, pengalamannya selama 45 tahun sebagai birokrat banyak keberhasilan yang dicapai dengan cara musyawarah.
“Kalau tidak ada pendekatan persuasif, orang Papua akan terus melawan. Melahirkan perlawanan dari waktu ke waktu. Ini akan memungkinkan dunia internasional campur tangan,” ucapnya.
Peneliti Gugus Tugas Papua UGM, Gabriel Lele mengatakan menyelesaikan masalah Papua tidak hanya sekadar memotong dan menyelesaikan persoalan masa kini dengan berkaca pada apa yang terjadi sekarang. Akan tetapi harus memperlakukan Papua dalam horizon waktu yang panjang.
“Papua adalah sebuah peradaban dengan sejarah panjang. Kalau sampai sejarah panjang itu dipotong begitu saja untuk sekadar menjawab tuntutan masa kini, pada akhirnya [Papua] kehilangan akar sejarah,” kata Gabriel.
Menurutnya, apa yang terjadi pada masa lalu mesti ditarik kembali untuk menjelaskan kaitannya dengan situasi kini, dan mencari solusi masalah Papua masa sekarang. (*)
Editor: Edho Sinaga