Perempuan Papua tidak pernah tahu soal dana otonomi

Perempuan Tabi Papua
Sejumlah perempuan yang mengatasnamakan Perempuan dari Lima Wilayah Adat di Papua mengadukan proses seleksi calon anggota DPR Papua jalur pengangkatan kepada Kelompok Kerja Perempuan Majelis Rakyat Papua. - Jubi/Yulan

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Wakil Ketua Solidaritas Perempuan Papua, Naci Jacqueline Hamadi menyatakan, para perempuan Papua tidak pernah tahu soal dana otonomi khusus yang digelontorkan ke daerahnya. Hal itu karena penggunaan dana otonomi khusus selama 21 Tahun sangat jarang melibatkan perempuan.

Read More

“Sehingga Otsus Papua dikembalikan ke Jakarta dan pemerintah pusat gelontorkan dana sama seperti Provinsi Lain d Indonesia,” kata Hamadi, Kamis (9/7/2020).

Baca juga : Kekerasan terhadap perempuan Papua bukan hal baru

MJ Yarisetouw meminta maaf atas status Facebooknya yang melecehkan perempuan Papua

Koalisi Perempuan Papua tuntut MJY meminta maaf atas status facebooknya

Menurut Hamadi, kondisi itu akibat kewenagan perempuan dalam hak politik sangat minim, termasuk tak dilibatkan dalam urusan regulasi dan penggunaan dan otsus kedepan.

“Perempuan harus duduk bersama-sama dan kita  melakukan evaluasi. Selama pemberlakuan otonomi khusus berhasil atau gagal.  Jika gagal dikembalikan saja ke tempat semula,” kata Hamadi menambahkan.

Ia menyebut sejak penerapan otonomi khusus di Tanah Papua laju migrasi sangat tinggi.  “Termasuk transmigrasi atau perpindahan penduduk di era otonomi khusus berubah dari sistem sentralistis menjadi desentralisasi,” kata Hamadi menjelaskan .

Dalam kondisi itu jumlah penduduk pendatang sudah melebihi penduduk lokal, sedangkan pelaksanaan transmigrasi kurang berpihak pada penduduk lokal ang mengakibatkan orang Papua khususnya perempuan kurang mendapat ruang di sektor politik.

Juru bicara Komite Aksi ULMWP, Ice Murib mengatakan, perempuan Papua menolak Otsus, karena hampir sebagian besar Papua sudah menyatakan bahwa Otsus gagal dan tidak membawa keuntungan.

“Rakyat Papua telah bersepakat menolak Pemberlakuan Undang-undang nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus jilid II dan meminta pemerintah segera menggelar Referendum bagi West Papua itu solusinya,” kata Murib. (*)

Related posts

Leave a Reply