Perdasi keagamaan, Akademisi: Baleg DPRP jangan salah langkah

Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

Jayapura, Jubi – Ketua Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Uncen,  Yusak E Reba mengingatkan Badan Legislasi (Baleg) DPR Papua jangan sampai salah langkah dan mengabaikan beberapa hal dalam pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi (raperdasi) keagamaan yang kini sedang dilakukan.  

Menurutnya, Baleg DPR Papua harus berhati-hati. Jangan sampai menabrak aturan, karena urusan keagamaan merupakan hal krusial dan sensitif, yang berkaitan dengan semua warga negara, sehingga dipegang pemerintah pusat, bukan daerah.

Katanya, jika Baleg DPR Papua membahas raperdasi keagamaan, apakah tidak mengambil kewenangan pemerintah pusat. Selain itu, peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), tanggung jawab keagamaan tertentu diberikan kepada gubernur, bupati (wali kota).

Kewenangan itu diberikan karena pemerintah pusat tidak dapat menangani semua hal berkaitan dengan keagamaan di daerah. Misalnya mengenai rumah ibadah, penyelesaian ketika terjadi masalah keagamaan skala kecil, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) dan beberapa lainnya. 

"Tapi kewenangnya terbatas dan tidak memberikan kewenangan menuangkan itu dalam bentuk perdasi atau perdasus. Lebih pada peraturan gubernur atau bupati (wali kota)," kata Yusak Reba kepada Jubi, Senin (23/4/2018).

Jika melihat dari sisi hukum katanya, hanya undang-undang, peraturan presiden, dan peraturan pemerintah yang dapat memerintahkan pembentukan perda atau perdasi. Peraturan menteri tidak dalam kapasitas itu. 

Kalau acuannya UU Otsus Papua, tak ada pasal dalam undang-undang tersebut yang memberi kewenangan mengatur keagamaan dalam bentuk perdasi atau perdasus. Dalam UU Otsus juga ditegaskan urusan keagamaan adalah kewenangan pemerintah pusat. 

“Kalau perdasi atau perdasus itu penting, dalam penyusunannya harus dicek aturan mana di atasnya yang menjadi dasar. Tidak boleh sembarang, karena berpotensi dapat digugat,” ucapnya.

Jika DPR Papua membahas hal ini lanjut dia, pertanyaannya apakah pemerintah pusat memberikan kewenangan. Kewenangan itu hanya kepada gubernur, bupati (wali kota). Tidak mendelegasikan DPR terlibat membahasnya dalam bentuk perda, perdasi atau perdasus.

“Kalau itu penting untuk kerukunan oke. Tapi jangan mengesampingkan kewenangan yang sudah diatur antara pusat dan daerah dalam kerangka otonomi daerah maupun otonomi khusus,” ujarnya.

Pekan lalu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Papua, Emus Gwijangge memimpin beberapa anggotanya melakukan studi banding ke Bali. 

Di sana, para legislator Papua mempelajari aturan terkait hari keagamaan yang di daerah itu, karena kini Baleg DPR Papua sedang menyiapkan rancangan peraturan daerah provinsi (perdasi) keagamaan.

Bali dipilih karena dinilai memiliki keunikan budaya yang sejalan dengan kerukunan umat beragamanya. 

"Pelaksanaan aturan keagamaan di Bali berjalan baik, lantaran semua pihak sepakat dan menghormati apa yang telah ditetapkan," kata Emus Gwijangge.

Katanya, siapa pun yang menginjakkan kaki di Bali, wajib menghormati budaya dan tolernasi antara umat beragama di provinsi tersebut, terutama hari keagamaan semisal perayaan Nyepi oleh umat Hindu. 

“Mestinya Papua seperti Bali. Papua punya undang-undang Otsus yang turunannya adalah perdasi atau perdasus. Sebenarnya tidak ada yang sulit jika ada niat. Kalau pemerintah dan tokoh agama sepakat, saya pikir aturan ini dapat dilaksanakan,” ucapnya. (*) 

Related posts

Leave a Reply