Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Kampung Sima, Distrik Yaur, semenjak Tahun 2016 sering di landa banjir. Tiap musibah, pasti ada saja rumah yang hanyut atau rusak.
Sekretaris Suku Besar Yerisian Sima, Robertino Hanebora mengungkapkan, beberapa hari terakhir, ramai diperbincangkan disosial media bahkan berbagai kalangan terkait, banjir yang melanda Ibukota Jakarta.
Perbincanganpun ramai dibahas oleh masyarakat Papua, khusus warga Nabire terkait kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tidak serius dalam menangani banjir di Ibukota Negara Republik Indonesia.
“Tapi, saya rasa aneh dan lucu terkait sorotan – sorotan membangun hingga bercampur hinaaan tersebut. Entah menunjukan keperihatinan atau ikut rame. Sebab kita di Papua serta Nabire masih banyak persoalan yang harus dibenahi. Contohnya kami di Sima yang sering terjadi banjir,” ungkap Hanebore kepada Jubi di Nabire. Minggu (5/1/2020).
Menurutnya, di Papua juga terdapat banyak persoalan. Contohnya seperti banjir yang sering melanda kampung Sima. Bagi Hanebora, kasus banjir di kampung Sima, sudah menjadi hal yang biasa bahkan seolah sudah menjadi “nasib “ warga yang mendiami kampung itu.
“Banjir Kampung Sima bukan saja terjadi seperti tanggal 1 Januari 2020 beberapa hari lalu yang menganyutkan satu rumah warga. Suku Yerisiam, pemerintah kampung beberapa tokoh papua seperti John NR Gobai, berulang kali melaporkan hal itu kepada pihak terkait. Tapi hasilnya sama saja, tidak ada reaksi. Hanya janji – janji,” terang dia.
Persoalan banjir di Sima, dikatakan Hanebora, disebabkan oleh dua muara aliran sungai. Yakkni sungai lama sudah tidak mengalir. Lalu muara sungai buatan di era HPH (1995 – 2000). Saat itu, Perusahan HPH JDI menormalisasi dengan menutup/membendung muara sungai lama pada
Tahun 1998 dengan gundukan tanah dan kayu gelondongan seadanya.
Tujuannya, agar air sunggai hanya mengalir melalui sungai Sima dan tidak mengalir ke arah kampung Sima. Hal itu dilakukan untuk menghindari terjadi banjir ke kampung di tahun itu.
“Sehingga saat ini, dua muara tersebut perlu ditangani secara permanen, agar luapan banjir dari sungai Sima tidak masuk dan berdampak banjir. penanganan lain adalah, perlu dilakukan Talud sepanjang bibir pantai Sima, karena laju abrasi air laut terhadap pinggiran pantai Sima sudah semakin parah, bila banjir dan ombakk menghantam pantai,” kata Hanebora.
Selain itu, perlu rekomendasi Bupati Nabire. Pada 2019 lalu, anggota DPD Papua John NR Gobai bersama Suku Yerisiam, khususnya Kampung Sima telah berdiskusi dengan Balai Jalan dan Sungai Provinsi Papua guna penanganan banjir terkait. Bahkan Balai Jalan dan Sungai sudah melakukan monitoring lapangan di titik – titik kerawanan banjir.
Menurut mereka ada dana yang tersedia guna melakukan normalisai dan talut pantai. Namun aturannya perlu ada rekomendasi dari Bupati Nabire, karena dana tersebut bersumber dari dana APBN.
“Bahkan, Suku Yerisiam Gua, kampung Sima telah menyurati Bupati Nabire guna memohon mengeluarkan rekomendasi penanganan banjir ke Balai Jalan dan Sungai. Akan tetapi, hingga kini belum ada jalan jawaban terkait rekomendasi tersebut,” terangnya.
Keso Yoweni, salah satu korban banjir tanggal 1 Januari 2020 yang rumahnya hanyut menambahkan, hingga hari ini belum ada tanggapan serius dari pemerintah daerah. Setelah banjir awal tahun ini, pemerintah melalui instansi teknis hanya membagikan supermi dan bantuan makanan, tapi belum ada cara untuk mengatasi luapan banjir.
“Kami harap pemerintah serius dan juga PT Nabire Baru yang bekerja di wilayah Sima untuk perhatikan persoalan ini agar tidak terulang ladi di lain waktu. Sebab Sima saat ini kalau ada hujan deras langsung tergenang banjir,” harap dia. (*)
Editor: Syam Terrajana