Sentani, Jubi – Beberapa pengungsi di Kantor Bupati Jayapura, di Gunung Merah, Sentani, mengeluhkan soal pelayanan. Dikatakan Nita Abisay (24), pengungsi dari Doyo Baru, suplai makanan, obat-obatan, popok bayi, dan susu sulit ia dapatkan.
“Kami padahal sudah turun ke posko di tenda-tenda besar di bawah (posko induk), tapi katanya tunggu saja nanti didata dulu. Ada yang bilang nanti diantar. Tapi ditunggu-tunggu lama,” katanya, Rabu (20/3/2019).
Menurutnya, justru yang cukup membantu adalah bantuan yang berdatangan dari luar.
“Karena mereka langsung masuk ke ruangan-ruangan pengungsi. Kalau posko di bawah itu lama,” kata ibu yang memiliki bayi usia 6 bulan itu.
Lanjutnya, di ruangannya yang berada di pojok bagian kiri kantor bupati, sejak hari pertama pengungsian, Minggu (17/3/2019), seperti diabaikan.
“Kalau di ruangan-ruangan lain cepat. Kita di sini susah sekali,” katanya.
Mengenai keluhan sakit, ia mengatakan di ruangan mereka ada beberapa anak kecil dan bayi, biasanya hanya flu atau batuk-batuk karena kondisi pasca-banjir.
“Kontrol kesehatan memang rutin dilakukan sekali sehari. Tapi obat-obatan memang harus periksa di bawah (posko induk) baru dikasih,” katanya.
Sementara itu, koordinator relawan dari Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Jayapura, Arga Putra Bintara (25), mengatakan ada sekitar 60 orang dari Poltekkes ikut membantu mengontrol kesehatan pengungsi.
“Biasanya keluhan demam, flu, dan batuk. Yang parah jarang. Kecuali memang penyakit bawaan dari rumah saat pra-banjir,” katanya, di hari yang sama.
Mengenai suplai obat-obatan, kata dia, semuanya dikontrol dulu oleh koordinator setiap ruangan pengungsi.
https://www.instagram.com/p/BvOD3sIgDcZ/?utm_source=ig_web_copy_link
“Jadi ada koordinator yang mencatat keluhan. Baru nanti disetor ke pos induk. Karena kalau tidak begitu, nanti dobel terus yang minta. Begitu juga keperluan lain,” katanya.
Selain bertugas mengontrol kesehatan pengungsi, mereka juga ikut membangun jamban darurat atau sanitasi di sekitar lokasi pengungsian.
Kepala Dinas Kesehatan, Kabupaten Jayapura, Khairul Lie, ketika hendak dikonfirmasi mengenai keluhan beberapa pengungsi, ia yang kebetulan berada di posko induk tepat di tenda berlabel Kementerian Kesehatan, menolak untuk diwawancarai.
“Maaf ya, sabar. Kami ada live di Metro TV. Sebentar lagi mereka keliling tenda dan akan mengunjungi tenda ini,” katanya, setelah itu mondar-mandir di dalam tenda.
Berulang kali wartawan Jubi meminta izin wawancara, tapi ia terus menolak. Dari pantauan wartawan Jubi, stasiun televisi yang dimaksud benar akan melakukan live. Akan tetapi posisi mereka masih berjauhan dari tenda, dan kru masih menyiapkan alat-alat perekam dan lain-lain. (*)