Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura resmi memberlakukan pajak air tanah sebesar 20 persen atau 1.200 per meter kubik, bertujuan untuk pengendalian lingkungan dan penggunaan air tanah yang diekstraksi dari sumur bor dan pantek.
Adapun nilai perolehan air tanah dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor, yaitu jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan atau pemanfaatan air, volume air yang diambil atau dimanfaatkan, kualitas air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan air.
Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Jayapura, Ketty Kailola. Menurutnya pajak pemanfaatan air bawah tanah 20 persen tersebut dikali dengan Nilai Perolehan Air (NPA), yaitu volume air yang diambil dikalikan dengan Harga Dasar Air (HDA).
“Misalnya, pembuatan sumur bor kedalaman 60 meter dikalikan biaya operasional lima tahun dengan debit air 50 m3 per hari dikalikan volume pengambilan atau produksi selama lima tahun, untuk menentukan harga air baku,” ujar Ketty, setelah sosialisasi pajak air tanah kepada pemilik usaha ruko, rumah sewa, dan usaha sumur bor di Kantor Wali Kota Jayapura, Rabu (12/2/2020).
Menurut Ketty, pemanfaatan air tanah di Kota Jayapura semakin meningkat, yaitu 40 persen untuk kebutuhan domestik dan 30 persen untuk kebutuhan nondomestik, pemanfaatan air tanah tanpa izin, pengeboran air tanah tanpa meteran, dan indikasi terjadi kerusakan lingkungan.
“Pada 2019 kami sudah pasang 30 meteran dan 2020 kami juga pasang 30 meteran, yang dipantau dengan aplikasi untuk mengetahuai penggunaan air bawah tanah, sehingga dampak persediaan dan penurunan kualitas air tanah dapat diatasi,” ujar Ketty.
Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, mengatakan pajak air tanah merupakan perintah Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi.
“Besarnya harga air baku untuk Kota Jayapura ditetapkan dalam peraturan Wali Kota Nomor 21 Tahun 2018 tentang nilai perolehan air tanah,” ujar Tomi Mano.
Tomi Mano berharap, dengan mensosialisasikan pajak air kepada pemilik usaha ruko, rumah sewa, hotel, restoran, dan usaha sumur bor agar air yang dikonsumsi aman sekaligus menjaga ketersediaan air bawah tanah.
“Sekarang memang kita susah air. Banyak warga tidak lagi menikmati air karena banyak yang lakukan penebangan pohon sehingga debit air berkurang,” jelas Tomi Mano.
Asisten Manager Ramayana, Mesir Arianto mengaku sangat mendukung adanya sosialisasi penerapan pajak air tanah karena ingin mengetahui lebih dalam lagi regulasi yang akan diterapkan.
“Setiap bulan untuk pembayar air kami bayar 500 ribu sesuai yang tertera di meteran. Intinya kami sangat mendukung,” jelas Mesir. (*)
Editor: Kristianto Galuwo