Pembentukan daerah baru tak menjamin kemajuan pembangunan

Papua, kodam, kodim
Ilustrasi peta Papua - Jubi. Dok
Ilustrasi – Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Akademisi dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Dr. Laus Rumayom menyatakan pembentukan provinsi baru tak menjamin kemajuan pembangunan di Papua.

Read More

Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik itu, prioritas pembangunan di Papua bukan lewat pembentukan daerah baru. Akan tetapi mesti memperkuat kabupaten pemekaran di Papua dan Papua Barat, yang baru terbentuk 10 atau 15 tahun lalu.

“Misalnya Intan Jaya, Nduga dan daerah-daerah lain yang kita sebut masih muda tapi justru tidak terurus,” kata Laus Rumayom kepada Jubi, Kamis (6/11/2019).

Menurutnya, sebelum pembentukan daerah baru, terlebuh dahulu dibutuhkan kajian mendalam dengan berbagai pertimbangan, termasuk dari sisi penganggaran nantinya.

Apakah ada anggaran dari keuangan negara yang memadai atau tidak.
Katanya, selama ini banyak daerah yang dimekarkan mengalami masalah defisit APBD, dan tidak mampu mengelola pendapat daerah secara maksimal. Akibatnya keuangan negara dirugikan, karena daerah pemekaran itu tidak memiliki pendapat asli daerah.

“Ini satu pertimbangan yang perlu diperhatikan, terutama oleh Menteri Keuangan, karena kita lihat pemekaran ini sebuah trend politik (di Papua). Dari isu rasis tiba-tiba isu itu menghilang dan digantikan polemik pemekaran,” ujarnya.

Selain itu, sebelum mengupayakan pembentukan daerah baru terlebih dahulu perlu musyawarah untuk mendengar pendapat dari masyarakat, agar diketahui apakah pembentukan daerah baru merupakan aspirasi yang lahir dari keinginan akar rumput atau bukan.

Dengan begitu lanjutnya, mempermudah memetakan wilayah mana yang sudah siap untuk pembentukan daerah baru dengan beberapa alasan, termasuk yang berhubungan dengan Inpres nomor 9 tahun 2017 tentang percepatan pembangunan Papua, jika memang menjamin percepatan pembangunan.

“Akan tetapi, bisa juga ini  memunculkan masalah baru karena banyak daerah otonomo baru tidak terurus,” ucapnya.

Sementara Sekretaris II Dewan Adat Papua (DAP) versi Kongres Besar Masyarakat Adat Papua III, John NR Gobai mengatakan, DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua mestinya memfasilitasi digelarnya rapat umum untuk mendengar pendapat masyarakat Papua dari berbagai wilayah, baik yang pro maupun kontra terhadap pembentukan daerah baru.

“Dengan begitu setiap pihak akan menyampaikan alasannya mendukung pembentukan daerah baru dan alasannya menolak, agar orang tidak saling tuding, dan protes di publik,” kata Gobai.

Menurutnya, keputusan apapun nantinya, benar-benar muncul dalam sebuah kesepakatan bersama, baik itu sepakat mendukung pembentukan daerah baru maupun menolak pembentukan daerah baru.

“Hasil kesepakatan itu yang disampaikan ke pemerintah pusat. Kalau perlu dalam pertemuan itu dihadirkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menkopolhukam,” ucapnya. (*)

Editor : Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply