Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Imanuel Rumayom dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kyadawun, mengingatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan para pihak terkait agar masyarakat adat tidak dirugikan dalam pembangunan Bandara Antariksa di Kabupaten Biak Numfor, Papua.
Ia mengatakan, apa gunanya pembangunan jika masyarakat adat di sana dirugikan. Mereka kehilangan hak-haknya, terutama hak atas tanah ulayatnya.
“Pemerintah pusat tidak bisa langsung menyakan akan membangun Bandara Antariksa di Biak. Di situ ada hak ulayat, ada masyarakat adat dan keputusan mesti melibatkan semua pihak,” kata Imanuel Rumayom kepada Jubi melalui panggilan teleponnya, Selasa (30/3/2021).
Menurutnya, keputusan pembangunan Bandara Antariksa itu mestinya melibatkan berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah pusat dan daerah. Mestinya pihak gereja, adat, dan masyarakat dilibatkan. Dengan begitu, keputusan yang dihasilkan merupakan kesepakatan bersama.
“Bukan soal tolak atau terima. Akan tetapi buat kajian yang benar-benar komperhensif, dan pada akhirnya nanti diputuskan,” ujarnya.
Ia menilai, ada prioritas lain yang mesti dilakukan di Biak selain rencana pembangunan Bandara Antariksa.
Hingga kini kabupaten itu masih belum maksimal dalam bidang pendidikan, pengembangan ekonomi masyarakat, dan peningkatan Sumber Daya Manusia atau SDM.
“Padahal ada proyek pembangunan lain yang lebih berpotensi dan perlu dilakukan pemda. Misalnya pengembangan pariwisata, potensi ikan di Biak dan lainnya. Ini jauh lebih tepat dengan kondisi masyarakat. Tidak menggangu kearifan lokal masyarakat,” ucapnya.
Ia menambahkan, jika pembangunan Bandara Antariksa lebih banyak merugikan warga Biak, sebaiknya ditunda dan memprioritaskan program yang lebih menjanjikan.
“Ini bukan hanya masalah analisis dampak lingkungan. Akan tetapi bagaimana posisi masyarakat adat,” katanya.
Belum lama ini, Kepala Biro Kerja Sama, Hubungan Masyarakat dan Umum Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN, Chris Dewanto, mengatakan rencana pembangunan pusat peluncuran roket di Biak, Papua bukan pertama kali diwacanakan.
Menurutnya, sejak 1980an LAPAN telah memiliki tanah di Kampung Saukobye, Distrik Biak Utara seluas 100 hektar.
Lahan itu sudah siap dijadikan pusat peluncuran roket. Rencana ini akan direalisasikan tahun ini karena masuk dalam rencana strategi LAPAN, juga merupakan amanat Undang Undang No. 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan.
Katanya, kini LAPAN hanya memiliki satu-satunya tempat peluncuran roket di Pantai Cilauteureun Cikelet Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun, lokasi ini sudah padat penduduk.
“Sehingga tidak memungkinan untuk roket-roket yang lebih besar,” kata Chris.
Ia mengatakan, karenanya LAPAN mengembangkan roket sonda yang merupakan roket peluncur satelit, sehingga mesti disiapkan lokasi yang lebih strategis, dan tidak ada penduduknya.
“Kalau di Biak ini (arahnya) langsung ke pantai. Jadi setelah tempat peluncuran sama laut, tidak ada apa-apa. Jadi sudah aman,” ujarnya.
Ia menambahkan, pembangunan infrastruktur di lahan seluas 100 hektare itu tidak terlalu kompleks. LAPAN hanya mendirikan bangunan permanen yang tidak terlalu banyak, dan perlengkapan yang bisa berpindah tempat. (*)
Editor: Edho Sinaga