Pelestarian hutan sagu hanya komitmen di atas kertas

Perahu bermotor melintasi kawasan hutan sagu di pinggiran Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, beberapa waktu lalu - Jubi/Engelbert Wally.
Perahu bermotor melintasi kawasan hutan sagu di pinggiran Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, beberapa waktu lalu – Jubi/Engelbert Wally.

Papua No.1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Keberadaan hutan sagu semakin tergerus di Kabupaten Jayapura. Selain kebakaran lahan dan banjir bandang, populasi sagu semakin menyusut akibat penebangan untuk pembangunan jalan penunjang Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020.

Read More

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua mempertanyakan kebijakan penggusuran hutan sagu demi kepentingan PON. Pemerintah harus mempertanggungjawabkan kerusakan hutan sagu akibat kepentingan pembangunan.

“Apa kontribusi PON XX bagi (pelestarian) lingkungan, terutama hutan sagu. PON hanya (berlangsung) dua pekan, tetapi dampaknya setelah itu, masyarakat yang mengalaminya (kerugian),” kata Koordinator Walhi Papua Aish Rumbekwan, saat dihubungi Jubi melalui telepon, Senin ( 17/2/2020).

Rumbekwan mengatakan pemerintah seharusnya belajar dari dampak banjir bandang pada Maret tahun lalu. Danau Sentani meluap akibat hujan deras lantaran berkurangnya kawasan tangkapan dan resapan air.

“Tanah tidak bisa meresap air, kecuali akar pohon sagu. Pemerintah seharusnya lakukan evaluasi, minimal survei sebelum melaksanaka program pembangunan,” ujar Rumbekwan.

Banjir Bandang juga turut merusak sebagian hutan sagu di sepanjang pesisir Danau Sentani. Setelah itu, kerusakan kembali terjadi akibat kebakaran lahan pada September tahun lalu. Ratusan hektare sagu hangus di Distrik Sentani, Sentani Timur, dan Waibhu.

Rumbekwan mengaku mereka pernah menyurati pemerintah daerah terkait penimbunan material di kawasan hutan sagu di Kampung Nendali, Distrik Sentani Timur, Kampung Harapan, dan Telaga Ria pada 2016-2017. Namun, surat tersebut tidak pernah direspons.

Data Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kabupaten Jayapura menyebut Distrik Sentani memiliki lahan sagu terluas di Kabupaten Jayapura. Disusul kemudian, Sentani Timur, Waibhu, dan Sentani Barat.

Luas lahan sagu di Distrik Sentani tercatat sekitar 1.964 hektarare. Sentani Timur seluas 473 hektar, Waibu sekitar 138 hektare, dan Sentani Barat sekitar 277 hektare. Sebagian besar lahan sagu tersebut merupakan hutan produksi sehingga rawan beralih fungsi menjadi lahan peruntukan lain.

“Secara perlahan, tetapi pasti tanaman sagu akan punah (di Papua) karena tidak diperhatikan serius (pelestariannya). Kita seperti mengalami degradasi (kemunduran) dalam mengembangkan konsep pembangunan ramah lingkungan,” kata pegiat pelestarian sagu Papua Charles Toto.

Marshal Suebu, pegiat sagu lain mengibaratkan hutan sagu dan Danau Sentani sebagai orangtua kandung yang menjaga kehidupan manusia di bawah kaki Gunung Robonghollo. “Hutan sagu terluas dan beraneka jenis hanya ada di sini (Sentani). Tugas kita ialah merawat, bukan memusnahkannya.”

Berkaitan dengan upaya pelestarian sagu di Kabupaten Jayapura, Bupati Mathius Awoitauw mengklaim pemerintah daerah berkomitmen dalam melindungi dan mengembangan sagu. Komitmen itu tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2000 tentang Perlindungan Hutan Sagu di Kabupaten Jayapura.

“Sesuai perda, barang siapa yang menebang pohon sagu, wajib menanam kembali (dengan tanaman pengganti). Itu sudah dilakukan dengan menyiapkan sejumlah lahan (baru) pengembangan sagu, seperti di Toware, Kehiran, Unurumguay, dan Bukit Phaniyauw,” tegas Bupati Mathius Awoitauw. (*)

 

Editor: Aries Munandar

Related posts

Leave a Reply