Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Wakil Ketua II DPR Papua, Yunus Wonda meminta maaf kepada Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua, Pdt. Dr. Benny Giay dan semua umat KINGMI.
Permintaan maaf itu disampaikan Yunus Wonda, berkaitan dengan rencana Pdt. Benny Giay bersama tiga orang lainnya bertemu anggota DPR Papua pada Senin (16/8/2021), namun tak diizinkan oleh kepolisian yang saat itu berjaga di kantor DPR Papua.
“Saya menyampaikan permohonan maaf atas nama lembaga, kepada salah satu tokoh dan pimpinan gereja di Papua, Pak Pendeta [Benny Giay], dan semua umat Gereja KINGMI,” kata Yunus Wonda, Kamis (19/8/2021).
Politikus Partai Demokrat itu menegaskan, apa yang dialami Pdt. Benny Giay bukan kemauan pihaknya. Sebab, para pihak di DPR Papua tidak pernah meminta siapapun, termasuk aparat keamanan untuk tidak mengizinkan Pdt. Benny Giay bertemu pimpinan atau anggota dewan.
Iapun menyayangkan sikap aparat keamanan yang tidak mengizinkan Pdt. Benny Giay bertemu anggota DPR Papua, tanpa ada koordinasi dengan pihak lembaga dewan.
“Kami harap, saat aparat keamanan bertugas di DPR Papua dan ada pihak yang ingin bertemu kami, siapapun dia, mesti berkoordinasi dengan pihak lembaga. Jangan langsung bertindak sepihak. Tanyakan dulu, apakah kami bersedia bertemu atau tidak,” ujarnya.
Katanya, siapapun berhak datang ke DPR Papua untuk menyampaikan aspirasinya. Sebab mereka yang ada di sana merupakan wakil rakyat.
Wonda tidak ingin, ada kesan pihaknya tidak memberi ruang kepada masyarakat atau para pihak di Papua untuk menyampaikan aspirasinya ke DPR Papua.
“Kami tidak ingin hal seperti itu terjadi lagi ke depan. Apalagi saat itu Bapak Pendeta Benny Giay hanya datang untuk berdoa, menyampaikan refleksi dan harapannya kepada DPR Papua. Beliau juga tidak membawa banyak orang. Hanya tiga orang yang bersama beliau,” katanya.
Ia menambahkan, selama ini DPR Papua selalu berupaya menjaga hubungan baik dengan semua pihak. Baik itu tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, masyarakat dan aparat keamanan.
Sementara itu, Pdt. Benny Giay mengatakan, sebagai Ketua Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua, dan Moderator Dewan Gereja Papua, tujuannya datang ke DPR Papua untuk menyampaikan refleksi.
Apa yang menjadi harapan pihak gereja, dan berdoa di gedung wakil rakyat untuk orang Papua, dan para anggota dewan agar dapat memainkan perannya dalam situasi Papua yang makin tak menentu kini.
“Itu landasan saya untuk melakukan refleksi. Menyampaikan harapan sebagai pimpinan gereja [kepada DPR Papua]. Namun, saya diadang polisi di gerbang masuk,” kata Pdt. Benny Giay usai gagal bertemu DPR Papua, awal pekan ini.
Katanya, polisi berasalan DPR Papua sedang melaksanakan agenda nasional. Saat itu para pimpinan dan sejumlah anggota DPR Papua sedang mendengar pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo menjelang 17 Agustus 2021.
Namun ada tiga anggota DPR Papua yang bersedia menerima Pdt Benny Giay. Ia sempat protes terhadap sikap polisi yang tidak mengizinkannya bertemu anggota DPR Papua. Cara itu dinilai tidak benar, sebab ia mewakili umat gereja datang ke kantor wakil rakyat.
Karena dihalangi polisi, Pdt Benny Giay pun tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi tujuannya ke DPR Papua. Ia berpendapat, kepolisian tidak mau memberi ruang kepada pihaknya.
“Bahkan kami dipaksa berdoa di depan mereka (polisi). Saya kira, mereka memang tidak mau kami ada di situ. Tujuan kami hanya menyampaikan refleksi, dan harapan kepada DPRP, agar bisa memainkan perannya mengawal masyarakat ke depan. Menghadapi realitas akan berhadapan dengan tembok negara yang otoriter,” ucapnya.
Pdt. Benny Giay berkesimpulan, apa yang dialaminya itu pertanda aparat keamanan semakin represif.
“Mesti ada paradigma baru bagaimana negara dan aparatnya melihat orang Papua,” kata Pdt Benny Giay. (*)
Editor: Edho Sinaga