Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Para mahasiswa dan pelajar yang berasal dari Wilayah Adat Meepago dan tengah menempuh pendidikan di Surabaya, Jawa Timur membuat pernyataan sikap bersama dan menyatakan Otonomi Khusus Papua telah gagal. Otonomi Khusus Papua dinilai tidak memberikan dampak signifikan bagi perbaikan kesejahteraan orang asli Papua. Mereka juga menolak rencana pembentukan Provinsi Papua Tengah.
Hal itu disampaikan Badan Pengurus Harian Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kab Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai (Ipmanapadode) Kota Studi Surabaya, Stefanus Ukago dan Ketua Badan Pengurus Harian Ikatan Pelajar Mahasiswa Moni (IPMMO) Jawa Timur, Dominikus Sani melalui pesannya yang diterima Jubi, Jumat (5/2/2021). Mereka menyatakan kegagalan Otonomi Khusus (Otsus) Papua menunjukkan elit politik di Papua harus berhenti meminta pemekaran kabupaten dan provinsi, karena hanya akan menghasilkan masalah baru.
Stefanus Ukago mengatakan Otsus Papua Jilid I yang diberlakukan sejak 2001 sudah gagal total. Oleh karena itu, elit politik di Wilayah Adat Meepago tidak boleh mengatasnamakan orang asli Papua untuk meminta pemekaran Provinsi Papua dan pembentukan Provinsi Papua Tengah.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) mengatur kucuran Dana Otsus setara 2 persen Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Kucuran Dana Otsus Papua setara 2 persen plafon DAU sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (3) huruf e UU Otsus Papua itu akan berakhir pada 2021, dan batas waktu itu disebut-sebut sebagai akhir masa berlaku Otsus Papua Jilid I.
Baca juga: Rapat Pemekaran Provinsi Papua Tengah ditunda, Kowoi: Kenapa pemilik hak ulayat tak pernah diundang?
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan usulan pemerintah pusat kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk memperpanjang masa pengucuran Dana Otsus Papua. Usulan itu disampaikan saat Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Bersama Komite I DPD RI di Jakarta, Selasa (26/1/2021). CNN Indonesia melansir bahwa dalam rapat itu Sri Mulyani mengusulkan penyaluran Dana Otsus Papua dan Papua Barat diperpanjang hingga 20 tahun ke depan.
Besaran Dana Otsus Papua dan Papua Barat juga diusulkan naik dari 2 persen menjadi 2,25 persen nilai Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Sri Mulyani memperkirakan total nilai kucuran Dana Otsus Papua dan Papua Barat selama 20 tahun mendatang akan mencapai Rp234 triliun. Rencana itu disebut para pemangku kepentingan politik di Papua sebagai Otsus Papua Jilid II.
Stefanus Ukago menyatakan pihaknya menolak rencana pemerintah pusat untuk memberlakukan Otsus Papua Jilid II. “Kami tegas menolak pemberlakuan Otsus Papua Jilid II. Termasuk juga pemekaran, yang bukan murni aspirasi masyarakat. [Pemekaran provinsi] akan merugikan banyak orang asli Papua. Jika pemekaran dilakukan, orang asli Papua belum tentu bisa bekerja di pemerintahan. Apa lagi di wilayah Meepago, daerah yang sumber daya manusianya sangat rendah,” kata Ukago.
Ia menyatakan pemekaran dan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua selalu memicu migrasi besar dari luar Papua. Setiap ada pembentukan DOB, bidang pemerintahan DOB itu akan dikuasai para pedatang dari luar Papua. Ukago menyatakan migrasi ke Papua akan terjadi dalam jumlah sangat besar, dan akan mengorbankan masyarakat asli.
“Orang Pendatang bukan hanya kuasasi bidang pemerintahan saja. Di bidang lain pun mereka akan kuasai. Kalau dilihat orang asli Papua, lebih khusus wilayah Meepago, sumber daya manusianya sangat rendah,” kata Ukago.
Baca juga: Senator Filep: Revisi UU Otsus Papua hanya fokus pemekaran provinsi dan tambahan dana
Ketua Badan Pengurus Harian IPMMO Jawa Timur, Dominikus Sani juga menambahkan rencana pemberlakuan Otsus Papua Jilid II dan rencana pemekaran Provinsi Papua untuk membentuk Provinsi Papua Tengah harus dibatalkan. “Kalau kita baca dari data yang ditulis Natalius Pigai, yang bersumber dari data BPS, Otonomi Khusus Jilid I sudah gagal. Kami orang Papua dan Papua Barat harus tolak Otsus Papua Jilid II dan pembentukan Provinsi Papua Tengah,” kata Sani.
Salah satu mahasiswa dari IPMMO Surabaya Tedi Maizeni menambakan bahwa rencana pembentukan Provinsi Papua Tengah adalah kepentingan elit politik lokal. “Elit politik wilayah Meepago jangan gila kekuasaan demi kepentingan negara. Pikirlah rakyat dan anak cucu generasi mendatang. Kami minta Gubernur, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, segera gagalkan pembentukan Provinsi Papua Tengah dan pemekaran kabupaten di wilayah Meepago,” kata Maizeni. Ia juga meminta Lembaga Masyarakat adat (LMA) Wilayah Meepago untuk menolak pembentukan Provinsi Papua Tengah.
Maizeni menilai 20 tahun Otsus Papua Jilid I telah gagal, karena berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terus terjadi di Papua. “Dampak dari tuntutan kemerdekaan, banyaknya terjadi pelangaran HAM berat yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1961. [Akhirnya] muncul Otsus Papua. Ketika otsus itu diberikan, harapan orang papua adalah dapat sejahtera dan tidak ada lagi pelangaran HAM. Tapi, [selama Otsus Papua] justru banyak pelanggaran HAM,” kata Maizeni.
Maizeni meminta pemerintah segera menarik militer organik dan non organik yang ada di Papua, khususnya di Kabupaten Intan Jaya dan Nduga.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G