Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Peneliti muda Balai Arkeologi Papua, Erlin Novita Idje Djami, mengatakan regulasi dan pelestarian situs gunung Srobu sangat penting dilakukan agar memberikan manfaat.
“Regulasi sangat penting karena sebagai titik awal agar situs gunung Srobu tidak hanya terlindungi secara hukum tapi juga pemanfaatannya (pelestarian) memberikan dampak positif,” ujar Erlin usai kegiatan diskusi publik pelestarian situs gunung Srobu terkait pandangan dan harapan public, di Grand Abe Hotel, Kota Jayapura, Rabu (15/9/2021).
Menurut Erlin, dampak positif dari regulasi dapat mempertahankan benda-benda budaya warisan nenek moyang. Begitu juga dengan pelestariannya, yang dapat meningkatkan perekonomian, karena memiliki prospek yang bisa mensejahterakan masyarakat.
“Cagar budaya memiliki banyak manfaat baik dari segi edukasi, estetika, historis, dan mempengaruhi aspek agama, sosial, budaya, dan ekonomi,” ujar Erlin.
Erlin yang sudah melakukan penelitian sejak 2014 di situs gunung Srobu, yang terletak di antara Kampung Nafri, Kampung Enggros, dan Kampung Tobati di Teluk Youtefa, berharap agar pemerintah dan masyarakat sama-sama bertanggung jawab.
“Langkah selanjutnya kami akan melakukan focus group discussion atau FGD dengan masyarakat adat. Diskusi ini bertujuan untuk menggali pendapat dan pandangan adat tentang arti penting dan harapan terkait keberadaan warisan budaya situs gunung Srobu,” ujar Erlin.
Erlin menambahkan terkait dengan pelestarian warisan budaya khususnya cagar budaya, secara legal atau formal diatur dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.
Baca juga: Badan Arkeologi Papua minta Gunung Srobu ditetapkan sebagai cagar budaya
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Port Numbay (Kota Jayapura), George Awi, mengatakan tujuan pemerintah mengeluarkan regulasi untuk melestarikan cagar budaya dan membuat pemerintah daerah serta merta bertanggung jawab dalam hal perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatannya.
“Manfaat pelestarian cagar budaya, yaitu mengangkat perekonomian masyarakat, menjadi objek penelitian budaya, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Warisan budaya dari nenek moyang merupakan gambaran identitas atau jatidiri bangsa,” ujar Awi.
Awi berharap agar Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau DPRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kota Jayapura harus membuat aturan tentang perlingungan dan pelestarian cagar budaya situs gunung Srobu.
“Mari kita sama-sama mendorong supaya pemerintah dan masyarakat ikut terlibat dalam pelestarian situs ini. Lemahnya keberpihakan pemerintah karena setiap ada penelitian tidak ditanggapi dengan baik, dan itu dibuktikan dengan tidak tersedianya dana dalam rencana anggaran pemerintah daerah,” ujar Awi. (*)
Editor: Dewi Wulandari