Petani sayur di Kota Jayapura mulai kesulitan air

Papua-petani sayur-kekurangan air-musim kemarau
Petani sayuran di jalan baru Pasar Youtefa saat menyiram tanamannya - Jubi/Ramah

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Cuaca panas membuat debit air resapan maupun air tanah mengalami menurunan, yang berdampak pada petani sayur di Kota Jayapura, Papua.

Seorang petani sayur di Jalan Baru Pasar Youtefa, Kotaraja, Kota Jayapura, Papua, Adelia, mengaku sejak April-Juni debit air mulai berkurang seiring musim kemarau. Untuk menyirami tanaman sayuran miliknya, ia memanfaatkan sumur bor agar sayuran miliknya tidak kekurangan air.

Read More

“Kalau musim hujan saya ada penampungan air untuk mengantisipasi musim kemarau, tapi penampungan sudah mulai menipis makanya saya pakai sumur bor milik tetangga,” ujar Adelia.

Menurut Adelia, minimnya penyiraman pada tanaman membuat sayur mudah layu dan busuk sehingga gagal panen. Kerugian yang dialami juga besar sebab sekali tanam untuk bibit dan puput menghabiskan anggaran sekitar Rp 1 juta.

“Kalau yang modal besar tinggal beli air di mobil tangki saja. Musim kemarau sekarang ini hasil panen kurang bagus. Kalau cuaca lagi bagus satu bedang (lahan) saya bisa penan 200 sampai 300 ikat tapi kalau musim kemarau paling banyak hanya 50 ikat. Saya ada punya ada 12 bedang,” ujar Adelia.

Petani sayur lainnya, Rizal, mengaku untuk menyiasati kesulitan air agar menyirami tujuh bedeng lahan sayurannya, ia memanfaatkan parit sebagai tempat penampungan air supaya tanamannya tidak kekeringan.

“Saya berharap kepada bisa memanfaatkan pompa air supaya tanaman sayuran saya tidak mati apalagi saat musim kemarau seperti sekarang ini,” ujar Rizal.

Meski demikian, Rizal mengaku tidak patah semangat walau terik matahari menyengat hingga ke kulit demi untuk menghidupi keluarganya dengan bercocok tanam.

“Saya sudah 15 tahun jadi petani sayur di Kota Jayapura. Sebelumnya saya kerja bangunan. Tidak seberapa hasilnya, yang penting bisa sekolahkan anak dan juga memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Rizal.

Lebih jauh Rizal mengaku tidak sedikit biaya untuk menggarap sayur mayur yang ditanamnya. Namun, saat musim kemarau tiba kerugian bukan hanya materi tapi juga tenaga dan pikiran.

“Kalau musim kemarau seperti ini banyak yang rusak, kadang satu bedang hanya 50 ikat dari panen normalnya 300 ikat. Saya tanam sayur kangkung cabut dan sawi,” ujar Rizal. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply