Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Anggota Komisi I DPR Papua, komisi yang membidangi pemerintahan, politik, hukum dan HAM, Laurenzus Kadepa menilai dibutuhkan Keputusan Presiden (Keppres) mengatur kuota dan tata cara rekrutmen terhadap orang asli Papua dalam beberapa bidang hingga penyelesaian masalah pelanggaran HAM.
Hal tersebut dikatakan Laurenzus Kadepa akibat minimnya anak asli Papua yang lulus tes calon anggota Polri di Papua tahun ini, hingga kasus pelanggaran HAM masa lalu dan masa kini yang belum tuntas.
“Saya pikir semua itu butuh Keppres. Misalnya dalam penerimaan calon anggota Polri, calon anggota TNI, calon praja IPDN, calon ASN, hingga penyelesaian pelanggaran HAM, pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, pembentukan pengadilan HAM, pemberantasan ilegal loging dan pemberantasan penambangan ilegal,” kata Kadepa, Selasa (9/7/2018).
Menurutnya, mekanisme dan tata cara rekrutmen orang asli Papua dalam penerimaan beberapa bidang mesti diatur dalam Keppres. Misalnya dalam penerimaan calon anggota Polri mesti memprioritaskan anak asli Papua. Jika dalam proses seleksi ada anak asli Papua yang gugur, mesti dicari anak asli Papua lainnya untuk menggantikan hingga kuota yang ditentukan terpenuhi.
“Begitu juga dalam penerimaan calon anggota TNI, calon praja IPDN, calon ASN dan bidang lainnya. Mesti diatur Keppres karena jika hanya peraturan daerah posisinya tidak akan kuat, meski itu merupakan turunan pasal dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua,” ujarnya.
Katanya, banyak pihak yang berpendapat UU Otsus lebih tinggi dari beberapa aturan lainnya diantaranya Peraturan Presiden, Instruksi Presiden, peraturan menteri dan lainnya.
Namun kenyatannya, beberapa peraturan daerah khusus (Perdasus) yang telah disahkan DPR Papua dan eksekutif tidak dapat diberlakukan hingga kini karena dianggap bertentangan dengan aturan lain misalnya Perppres, Keppres, atau peraturan menteri.
Kadepa mencontohkan, Peraturan Daerah Provinsi Papua nomor 15 tahun 2013 tentang pelarangan peredaran dan pembuatan minuman beralkohol (minol) di Papua.
Beberapa tahun lalu ada pengusaha minol yang menggugat Pemprov Papua ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau PTUN karena tidak terima Satpol PP menyita barang dagangannya. PTUN kemudian mengabulkan gugatan pengusaha tersebut.
“Begitu juga dengan Perdasi nomor 15 tahun 2008 tentang kependudukan. Hingga kini tidak diterapkan dengan berbagai alasan. Selama ini yang terjadi posisi yang lebih tinggi adalah undang-undang (UUD), Keppres atau Perppres, peraturan menteri, barulah UU Otsus,” ucapnya.
Sementara itu, terkait tanggapan berbagai pihak terhadap hasil seleksi calon anggota Polri di Papua tahun ini yang dinilai tidak memprioritaskan anak asli Papua, Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf Alberth Rodja mengatakan akan bertemu pihak DPR Papua dan Mejelis Rakyat Papua.
“Banyak yang mesti diketahui publik terkait hal tersebut. Saya akan menyampaikannya saat bertemu DPR Papua dan MRP,” kata Irjen Pol Rudolf Alberth Rodja kepada wartawan akhir pekan lalu.
Menurutnya, berbagai faktor menjadi penyebab banyaknya anak asli Papua yang tidak lolos dalam tes calon anggota Polri. Jika terkait kuota dalam penerimaan calon anggota Polri merupakan kewenangan Mabes Polri. (*)
Editor: Edho Sinaga