Otsus atau merdeka, serahkan kepada Tuhan saja

papua-DASS
Foto bersama DASS dan sejumlah ondofolo bersama MRP usai jumpa pers - Jubi/Engel Wally 

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Kepala Suku (Ondofolo) Kampung Ifale, Jhon Suebu, mengaku dua pilihan yang diperdebatkan saat ini antara otonomi khusus (otsus) dan Papua merdeka, baginya biarkan persoalan ini diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Mau merdeka atau otsus, serahkan saja sama Tuhan. Karena hanya Dia yang akan menentukan nasib dan kehidupan kita,” ujar Jhon saat ditemui di Sentani, Jumat (6/11/2020).

Read More

Menurutnya, masyarakat Papua minta untuk memisahkan diri dari NKRI karena banyaknya dana otsus yang salah dan tidak tepat sasaran. Sementara pengguna dana otsus tersebut dibiarkan begitu saja tanpa dilakukan audit atau pemeriksaaan.

“Otsus dianggap gagal karena banyak oknum-oknum yang memanfaatkan dana otsus untuk kepentingan pribadi, makanya masyarakat minta merdeka,” tegasnya.

Pemerintah Pusat, kata Jhon, seperti melakukan pembiaran dengan terus menurunkan anggaran otsus. Pembiaran ini berdampak kepada sistem keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang tidak kondusif di waktu-waktu tertentu.

“Dalam waktu dekat akan ada rapat dengar pendapat, harusnya persoalan ini diselesaikan lebih dulu. Artinya, segera memeriksa para pejabat pengguna dana otsus tersebut,” katanya.

Terpisah, tokoh masyarakat Sentani dan mantan anggota DPR Papua, Jhon Manansang, mengatakan otsus merupakan satu tawaran yang mulia diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada masyarakat Papua. Otsus juga merupakan senjata ampuh untuk meredam semua gesekan dan permintaan masyarakat terhadap pemisahan diri dari NKRI.

Otsus sudah berjalan selama 20 tahun, kata Manansang, tetapi dalam proses berjalannya otsus yang dengan jelas diperuntukan bagi masyarakat asli. Ternyata hal itu tidak sampai di tingkat bawah atau akar rumput.

“Otsus mengambang di tengah-tengah, entah di pemerintah provinsi atau masih di Pemerintah Pusat,” kata Jhon Manansang.

“Melihat ke arah darimana datangnya otsus, itu bukan cara terbaik. Tetapi kita juga harus jujur bahwa 20 tahun otsus sudah ada di sini, pemerintah daerah harus jujur juga kepada masyarakatnya,” kata mantan Direktur RSUD Abepura ini.

Sementara itu, Ondofolo Kampung Putali, Neil Monim, mengatakan dana puluhan bahkan ratusan triliun rupihan sudah ke Papua melalui otsus, tetapi dari sisi dampak dan pemanfaatannya hingga saat ini tidak dirasakan oleh masyarakat di kampung-kampung. Seperti ada pembiaran oleh negara terhadap proses pelaksanaan otsus di Papua.

“Kalau ada penyalahgunaan anggaran, kenapa tidak ada satu pejabat yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ini namanya pembiaran yang telah dilakukan oleh negara terhadap warganya,” tukas Neil.

Disinggung soal RDP yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini, Neil sedikit pesimis terhadap hasil yang akan dicapai dalam RDP tersebut.

“Menolak RDP kewilayaan Papua dan Papua Barat, apakah mampu mempertahankan opsi keberlanjutan otsus atau tidak, sementara otsus sedang berjalan di dua wilayah ini,” pungkasnya.

DASS tolak RDP wilayah Papua dan Papua Barat

Sebelumnya, Dewan Adat Suku Sentani (DASS) di Kabupaten Jayapura menolak dengan tegas pelaksanaan rapat dengar pendapat (RDP) wilayah Papua dan Papua Barat yang rencananya akan dilaksanakan pada 18 November mendatang.

Penagasan ini disampaikan oleh Wakil Ketua DASS, Origenes Kaway, dalam jumpa pers bersama di Sentani, Kamis (5/11/2020).

Origenes memaparkan pelaksanaan RDP yang boleh dilakukan hanya sebatas masyarakat adat Tabi (Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Keerom, dan Sarmi). Hal ini demi keamanan dan ketertiban yang perlu diwaspadai sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi dalam RDP tersebut.

“Masyarakat Tabi diberikan hak untuk menyampaikan aspirasinya dalam rapat dengar pendapat nanti. Kami menolak dengan tegas apabila rapat dengar pendapat diperluas antara Tanah Papua,” jelasnya.

Dikatakan, RDP terkait solusi terhadap Otonomi Khusus selama 20 tahun, dari sisi pengamanan dan kemanan pelaksanaan kegiatan, selama berlangsung menjadi tanggung jawab penuh pihak kemanan.

“Pastinya ada pihak-pihak yang bertolak belakang dengan hal ini. Demo dan penyampaian aspirasi diperbolehkan selama dalam batas kewajaran dan mengikuti aturan yang berlaku,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Pokja Adat Majelis Rakyat Papua, Herman Yoku, yang memperkarsai kegiatan jumpa Pers tersebut. Menurutnya RDP nanti tidak boleh ada pihak-pihak yang datang hendak mengacaukan kegiatan tersebut.

“Sebagai anak adat dari Tanah Tabi, kegiatan rapat dengar pendapat harus dilakukan dengan mengakomodir murni aspirasi masyarakat di tingkat bawah,” tegasnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply