Mengenang 37 tahun kematian  budayawan dan seniman Arnold C Ap

Musisi Papua
Arnold C Ap. - IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Tepat 37 tahun yang lalu, pada 26 April 1984, seorang budayawan, antropolog dan musisi group Mambesak Arnold C Ap tewas ditembak di Pantai Pasir Enam, Kota Jayapura, Papua. Kala itu, jenazah Arnold C Ap dan jenazah saudara sepupunya (napirem), seorang mahasiswa antropologi bernama Eduard Mofu, mengambang di pantai Pasir Enam, Kota Jayapura.

Kematian itu menyebabkan ribuan  warga Papua Barat mengungsi dan menyeberangi perbatasan negara Papua Nugini (PNG) di Black Wara, Wasanglah, Komopkin, Kumgin, Kamberatoro, dan Vanimo ibukota Provinsi Sandaun. Provinsi Sandaun adalah provinsi PNG yang berbatasan langsung dengan Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom di Provinsi Papua.

Read More

Majalah Tempo edisi 9 Juni 1984 melaporkan sekitar 7.000 pengungsi berada di PNG.  Pemulangan mereka tampak akan lama, berlarut-larut, serta memakan waktu. Pejabat pemerintah Indonesia dinanti untuk mengunjungi pengungi di PNG, tetapi berbagai pihak mengkhawatirkan keamanan mereka. Gubernur Irian Jaya (nama Provinsi Papua waktu itu), Ishak Hindom juga tak berkunjung melihat dari dekat kondisi para pengungsi.

Baca juga: Menapaki jalan Mambesak: Memikirkan gerakan kebudayaan rakyat Papua (bagian 1/2)

Sebagian besar pengungsi terdiri dari  kaum ibu dan anak anak. Tercatat, jumlah pengungsi terbanyak ada di Komopkin sejumlah 2.277 orang. Yang lainnya mengungsi ke Kungim (929), Kamberatoro (685), Vanimo (605), serta kamp pengungsi Black Wara. Bahkan, mantan angota Brimob dan sniper Eliezer Awom ikut bersama rombongan pengungsian ke PNG.

Arnold C Ap adalah seniman dan kurator Museum Universitas Cenderawasih (Uncen) Kota Jayapura. Ia lahir pada 1 Juli 1945 di Kampung Ampobukor, Biak Barat, Kabupaten Biak Numfor. Dia menikah dengan Corry Bukorpioper dan memiliki tiga anak laki-laki yang juga sempat mengungsi ke PNG pasca kematian ayah mereka pada 1984. Kini, mereka tinggal di Belanda.

Mendiang Arnold C Ap muda menyelesaikan pendidikan dasarnya di Biak, dan melanjutkan sekolanya ke Primaire Middlebaire Scholl (PMS) di Biak. PMS adalah pendidikan jaman Belanda yang setingkat SMP. Selama menempuh pendidikan di PMS, Arnold C Ap dan kawan-kawan memperoleh pelajaran Bahasa Belanda, Inggris dan Jerman serta tentunya Bahasa Melayu. Di sekolah, mereka juga berkenalan dengan beragam alat musik, gitar dan akordion, terompet, juga saxophone.

Baca juga: Menapaki jalan Mambesak: Memikirkan gerakan kebudayaan rakyat Papua (2/selesai)

PMS melahirkan generasi Papua berpendidikan, dan kelompok elite baru pada era 1960-an. Selain Arnold C Ap, ada banyak nama besar lain yang juga tercatat sebagai alumni PMS Biak era 1960-an. Nama tokoh seperti Sam Kapisa, Frans Wospakrik, Hanock Mackbon (ayah kandung AKBP Victor D Mackbon), Agustinus Rumansara, JR Mansoben, sampai generasi di bawah mereka seperti Michael Menufandu, Abraham Ataruri, dan Piet Wospakrik.

Selain PMS di Biak, ada pula PMS milik misi Katolik di Abepura (sekarang SMP Santu Paulus), PMS Kotaraja dan PMS Dok V. Salah seorang alumni PMS Katolik adalah mantan striker Persipura Dominggus Waweyai yang akhirnya pindah ke Belanda setelah ikut memperkuat timnas Indonesia ke Belanda pada 1964-1965.

Usai Arnold Ap dan kawan-kawan menyeleseikan pendidikan setingkat PMS, pada 1963 masuklah pemerintah Indonesia ke Papua. Arnold Ap, Sam Kapisa, Frans Wospakrik, Michael Menufandu, Abraham Ataruri dan kawan kawan akhirnya melanjutkan pendidikan mereka ke ke SMA YPK Biak. Sebagian lainnya, melanjutkan pendidikannya ke SMA Gabungan Jayapura, termasuk JR Mansoben dan Hanock Mackbon.

Baca juga: Kelompok musik Mambesak menyatukan orang Papua

Pendidikan di PMS Biak ternyata mengasah bakat bermusik Arnold Ap, hingga mampu memadukan musik tradisi Papua dan musik modern. Saat itu, Arnold Ap juga terilhami kemajuan musik trasional PNG, yang memotivasi ia dan para musisi tradisional Papua untuk ikut berkarya.

Bangkitnya musik tradisional Papua semakin terlihat pada era 1970-an. Saat itu, untuk pertama kalinya, ada acara seni dan budaya di Radio Republik Indonesia (RRI). Acara itu kerap kali diisi mahasiswa FKIP jurusan Geografi dan Matematika Uncen, seperti Arnold C Ap, Sam Kapisa, dan Kaleb Ricky Mampioper sebagai penyiar dan pembawa acara budaya.

papua-mambesak
Kelompok musik akuistik Manbewarek, Selasa (4/8/2020), melakuan gladi bersih untuk tampil dalam diskusi daring dan peluncuran buku dalam rangkaian peringatan HUT ke-42 Kelompok Musik Mambesak di Museum Universitas Cenderawasih, Rabu (5/8/2020) – Jubi/Hengky Yeimo

Arnold C Ap bersama JR Mansoben, Sam Kapisa, dan Frits Rumansara mendirikan grup musik Manyauri (burung nuri) di Kampus Uncen era 1970-an. Grup itu sangat kental dengan kedaerahan para musisinya. Hal itu justru menimbulkan kesadaran bersama mereka untuk melahirkan grup baru bernama Mambesak atau Burung Cenderawasih, yang ingin merangkul semua suku di Tanah Papua.

Pada 5 Agustus 1978, grup Mambesak berdiri dan menghimpun anak anak Papua di Museum Lokabudaya Uncen Jayapura. Sejak itu pula Mambesak menampilkan musik tradisional Papua dan tarian tarian tradisional. Grup Mambesak merekam kumpulan lagu rakyat Irian Jaya volume I, II, III dan IV. Salah satu semboyan yang dikutip dari buku berjudul “Grup Mambesak Simbol Kebangkitan Kebudayaan Orang Papua Proto” menyebutkan, spirit Mambesak adalah, “kami menyanyi untuk hidup, dulu, kini, dan nanti.” (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply