Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Masyarakat adat di Kabupaten Biak Numfor, Papua telah memakai nama Kankain Karkara Byak dan setiap tahun menyelenggarakan sidang tahunan atau Kankain Karkara Byak. Sidang tahunan telah dilakukan di Kampung Anggopi, Distrik Oridek, 28 Februari 2020.
Ketua Dewan Adat Suku Byak (Manfun Kawasa Byak) Papua, Apolos Sroyer, mengatakan akan menyelenggarakan sidang tahun termasuk peradilan adat soal tanah adat Warbon karena mereka telah menyerahkan mandat termasuk para mananwir dari Biak Utara.
“Ya mereka telah memberikan mandat termasuk pernyataan tertulis para mananwir yang menolak pembangunan Bandar Antariksa di tanah adat Warbon,” katanya kepada arsip.jubi.id di kediamannya di Biak, pekan lalu.
Nama Kankain Karkara Byak baru kembali dipakai sejak kepemimpinan Mananwir Yan Pieter Yarangga pada 2015 lalu. Kini Mananwir Yan Pieter Yarangga terpilih kembali menjadi Ketua Umum Dewan Adat Papua periode 2021-2026 di Kaimana Papua Barat, 29 Oktober 2021. Sebelumnya Mananwir Yarangga telah terpilih pada Kompersen Masyarakat Adat III di Biak pada 2015.
Arti kankain karkara sendiri menurut Michael Menufandu seorang pamongpraja dan juga mantan Dubes RI di Kolombia menyebutkan Kankain Karkara mengandung arti mari duduk, berpikir, dan membicarakan masalah masalah adat di Biak termasuk perkara sosial dan tanah serta aturan perkawinan dan mas kawin.
Bahkan jauh sebelum Papua menjadi wilayah Republik Indonesia, kata Menufandu, telah dibentuk Lembaga Kankain Karkara Byak pada 1947. Waktu itu Dr De Bruijn termasuk dalam mendukung lembaga adat di Biak.
Antropolog JR Mansoben, PhD MA menyebutkan kata Biak secara resmi dipakai sebagai nama untuk menyebut daerah dan penduduknya yaitu pada saat dibentuknya lembaga Kainkain Karkara Biak pada 1947.
“Lembaga tersebut merupakan pengembangan dari lembaga adat kainkain karkara mnu yaitu suatu lembaga adat yang mempunyai fungsi mengatur kehidupan bersama dalam suatu komunitas yang disebut mnu atau kampung,” katanya kepada arsip.jubi.id di kediamannya di perumahan dosen Universitas Cenderawasih di Abepura, Jayapura, Rabu (9/3/2022).
Antropolog yang mengambil program studi doctoral di Universitas Leiden Negeri Belanda itu menyebutkan sistem kepemimpinan politikal tradisional di Biak termasuk dalam kepemimpinan campuran dan merupakan tipe kepemimpinan yang muncul dari individu-individu yang tampil atas dasar kemampuannya sendiri atas dasar keturunan.
Tipe yang bersifat campuran yaitu tipe antara kepemimpinan pria berwibawa (Big Man), tipe kepemimpinan raja, dan tipe kepemimpinan klen. Jadi di Biak, lanjut Mansoben, bisa saja seorang di kampung adalah seorang mananwir mnu dan juga seorang mambri.
Catatan arsip.jubi.id, misalnya seorang mananwir mnu di Kampung Samber, Biak Selatan yang dijuluki Padaikerker adalah seorang mambri yang memimpin perang dan juga seorang tuan tanah atau mananwir mnu di Kampung Samber. (*)
Editor: Dewi Wulandari