Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Juru bicara Jaringan Damai Papua atau JDP, Jan Christian Warinussy menyatakan keprihatinannya atas insiden dua prajurit Polisi Militer Pangkalan Udara Johannes Abraham Dimara Merauke yang menganiaya dan menginjak kepala seorang warga Merauke. Warinussy menduga penganiayaan itu dilatarbelakangi prasangka rasial, dan meminta pemerintah berhenti memakai pendekatan keamanan di Papua.
Hal itu dinyatakan Warinussy melalui keterangan pers tertulis yang diterima Jubi pada Rabu (28/7/2021). Ia menyatakan insiden Serda Dimas Harjanto dan Prada Rian Febrianto yang meringkus dan menginjak kepala seorang warga Merauke bernama Steven pada Senin (26/7/2021) telah mengarah kepada tindakan diskriminasi rasial.
“Kami menduga perlakuan kedua oknum aparat tersebut berbau diskriminatif dan rasialis yang ditentang Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. [Tindakan itu] bahkan melanggar ketentuan pasal 28 G ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi ‘setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain’,” kata Warinussy.
Baca juga: Gubernur Papua minta masyarakat kawal proses hukum 2 Polisi Militer Lanud Merauke
Kekerasan dan penyiksaan terhadap Steven terjadi di depan Warung Bubur Ngapak, Jalan Raya Mandala, Kelurahan Mandala, Merauke, Papua, Senin (26/7/2021). Saat itu Serda Dimas dan Prada Rian sedang melintas, dan melihat ada keributan di Warung Bubur Ngapak. Serda Dimas dan Prada Rian lalu menghampiri Steven. Mereka meringkus dan memaksa Steven tertelungkup di atas trotoar, lalu menginjak kepala Steven.
Ia menyatakan JDP sangat prihatin dan menyesalkan insiden itu. Warinussy menyatakan perlakuan Serda Dimas Harjanto dan Prada Rian Febrianto kepada Steven tidak manusiawi, dan menggunakan kekuatan secara berlebihan. Apalagi, Steven seorang penyandang disabilitas.
Menurut Warinussy, insiden di Merauke itu tidak lepas dari pilihan pemerintah untuk memakai pendekatan keamanan dalam menyelesaikan masalah Papua. Model pendekatan keamanan yang digunakan telah menimbulkan berbagai persoalan baru, termasuk insiden kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan Serda Dimas Harjanto dan Prada Rian Febrianto kepada Steven.
Baca juga: Insiden anggota TNI injak kepala OAP di Merauke, Komisi I DPR Papua sampaikan pernyataan sikap
“JDP meminta kepada Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI untuk menghentikan segera model pendekatan militer yang terus menerus dikembangkan di Tanah Papua. Pemerintah Indonesia seharusnya mengedepankan cara-cara damai melalui media dialog dalam menyikapi berbagai perilaku sosial masyarakat Papua di seluruh Tanah ufuk timur ini,” kata Warinussy.
Warinussy menegaskan tidak ada alasan apapun yang bisa dipakai untuk membenarkan tindakan aparat, termasuk aparat keamanan, yang melakukan kekerasan terhadap warga. “Dalam menyikapi ulah warga sipil, seharusnya prosedur tetap yang digunakan adalah [pendekatan] lebih lunak (soft) dan tidak bersifat diskriminatif rasial,” ujar Warinussy.
Ia mengingatkan kasus kekerasan dan penyiksaan sebagaimana yang dialami Steven dapat memantik reaksi publik, dan akan semakin memperburuk citra Indonesia dalam pergaulan internasional. “[Pendekatan kekerasan sebagaimana yang terjadi di Merauke] dapat memancing reaksi publik di Tanah Papua, bahkan di Indonesia serta dunia. [Insiden itu akan menimbulkan reaksi] bernada “miring” dan kian miring terhadap posisi politik Indonesia dalam pergaulan internasional, khususnya di kawasan Pasifik dan Negara-negara Melanesia serta Australia dan Selandia Baru,” kata Warinussy, sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulisnya.
Baca juga: 2 Polisi Militer Lanud Merauke injak kepala Steven, Danlanud minta maaf
Sebelumnya, Juru Bicara Gubernur Papua, Muhammad Rifai Darus menyatakan Gubernur Papua, Lukas Enembe meminta masyarakat Papua terus mengawal proses hukum terhadap Serda Dimas Harjanto dan Prada Rian Febrianto. Rifai menyatakan Gubernur Papua berharap agar Serda Dimas dan Prada Rian ditindak sesuai hukum yang berlaku.
“Gubernur Papua mengimbau warga Papua tetap tenang dan memantau proses yang sedang berjalan terhadap kedua anggota TNI AU yang melakukan kekerasan dan penyiksaan,” ujarnya.
Menurut Rifai, insiden kekerasan dan penyiksaan yang terjadi di Merauke pada Senin (26/7/2021) itu dapat menjadi pelajaran berharga dan refleksi bagi seluruh aparat penegak hukum di Papua. Ia menegaskan kejadian serupa tidak boleh terulang.
“Gubernur berterimakasih atas citizen journalism [atau jurnalisme warga] yang berhasil merekam peristiwa tersebut. Tindakan warga yang merekam peristiwa tersebut memberikan ruang bagi institusi hukum untuk dapat memeriksa para pelaku dengan bukti yang kuat dan nyata,” ujarnya.
Pada Rabu, CNNIndonesia.com melansir pernyataan Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto yang meminta Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo untuk mencopot Komandan Pangkalan Udara (Lanud) Johannes Abraham Dimara Merauke, dan Komandan Satuan Polisi Militer Lanud setempat. “Saya sudah memerintahkan KSAU untuk mencopot Komandan Lanud dan Komandan Satuan Polisi Militernya-nya,” ujar Hadi, sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G