Fraksi Nabire Bersatu: Solusi rasisme adalah Pancasila

Papua-Sambena Inggeruhi
Anggota Komisi A DPRD Nabire, Sambena Inggeruhi, dan rekannya ketika diwawancarai awak media – Jubi/Titus Ruban

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi – Mensikapi ujaran rasisme yang dilontarkan Ambroncius Nababan (AN) terhadap Natalius Pigai (AP), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nabire, Provinsi Papua melalui Fraksi Nabire Bersatu, mengingatkan negara untuk kembali menghidupkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila.

Menurut legislator Nabire, Pancasila sangat diperlukan untuk dihidupkan kembali dan ditanamkan ke dalam jiwa siswa di sekolah-sekolah, seluruh instansi pemerintahan dan swasta.

Read More

“Artinya, jangan dilakukan dengan teori semata, tetapi melalui lakon dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Bila perlu dalam setahun dua atau tiga kali ada semacam penataran seperti P4 dulu di sekolah-sekolah,” ujar anggota Fraksi Nabire Bersatu, Sambena Inggeruhi, di Nabire-Papua, Selasa (26/1/2021).

Menurutnya, dalam dunia modern saat ini, Pancasila sebagai dasar negara hanya menjadi simbol dan dipraktekkan dengan teori. Akan tetapi, pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari, sebab Indonesia mempunyai dasar dan pedoman dalam berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sosial.

Sehingga, nilai-nilai Pancasila perlu terinternalisasi (penghayatan) dan dihidupkan kembali. Sebab Pancasila jika diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, sebenarnya norma-norma itu sudah ada sebagai landasan dan dasar negera ini.

Jika masyarakat Indonesia tidak tahu Pancasila sebagai pijakan, maka disitulah ketidaktahuan berbangsa, bernegara dalam masyarakat.

“Jadi, solusinya Pancasila harus ingatkan kembali oleh semua pihak, pemerintah, politisi, pejabat, dan seluruh eleman dengan cara ditatar seperti penataran P4 dahulu. Pancasila ini dasar seluruh pergolakan sosial, dasar, rel yang harus kita lalui,” tuturnya.

Maka, lanjut Inggeruhi, yang dibutukan saat ini adalah bagaimana cara untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam diri semua orang. Ini adalah upaya untuk mengembalikan norma kehidupan dalam Pancasila. Sehingga, negara harus membangun konsep dari persoalan yang sering terjadi di masyarakat.

“Karena orang hidup sudah keluar dari rel. Jadi kita harus berkaca dari persoalan rasis sebelumnya. Agar hal serupa tidak terulang lagi ke depannya. Ini tugas negara, sebab kalau kita pintar, tapi tidak punya etika maka bubar saja karena nanti ribut terus,” lanjutnya.

Baca juga: Rasisme Kepada Natalius Pigai, Bareskrim Tahan Ambroncius Nababan

Untuk kasus AN, harapan DPRD di kabupaten di ‘leher’ pulau Papua ini agar masyarakat tenang dan tidak terprovokasi dengan isu-isu namun harus menahan diri. DPDR Nabire yakin proses hukum AN tetap berjalan sehingga warga percaya terhadap kinerja Polri.

“Jadi kita serahkan kepada proses yang dilakukan oleh pihak berwajib. Masyarakaat harus tenang dan tidak termakan isu,” harap Inggeruhi.

Ketua Kraksi Nabire Bersatu, Rohedi M Cahya, menambahkan terkadang ilmu pengetahuan, harta kekayaan, dan perkembangan teknologi lebih diutamakan dari norma-norma kehidupan.

“Semua yang terjadi karena kebanyakan orang merasa dirinya sudah hebat dalam segara hal. Jadi Pancasila diabaikan dalam berbangsa,” pungkas Rohedi. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply