Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Selama periode Januari-Maret 2021, Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura memediasi 15 tenaga kerja yang mengalami masalah ketenagakerjaan sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Tenaga kerja yang dimediasi tersebut bekerja di perusahaan jasa, seperti hotel dan cafe. Pengaduan yang dilaporkan yaitu dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak, namun pesangon tidak dibayarkan.
“Ada 15 orang ini ada yang di-PHK, ada juga yang meminta mengundurkan diri,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura, Provinsi Papua, Djoni Naa, kepada Jubi melalui telepon, Kamis (11/3/2021).
Dalam peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, dikatakan Naa, perusahaan wajib menyelesaikan hak karyawan, apabila melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak.
Naa mengaku pandemi Covid-19 berdampak pada keberlangsungan dunia usaha yang berujung pada terganggunya hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan perusahaan, karena penurunan pendapatan atau mengalami kerugian.
“Dalam perjanjian kerja ada kesepakatan bila perusahaan melakukan PHK kepada karyawan maka pesangon dibayarkan sama dengan gaji. Ini sudah menjadi konsekuensi pengusaha merekrut karyawan,” ujar Naa.
Naa berharap agar tidak menimbulkan masalah saat pemutusan kontrak kerja sebelum berakhir, ada koordinasi antara pekerja dan perusahaan sehingga ada solusi atau keputusan terbaik tanpa harus melakukan PHK.
“Misalnya dirumahkan, setelah perusahaan stabil pendapatannya maka karyawan dipanggil kembali bekerja. Saya imbau kepada pekerja untuk bekerja sebaik-baiknya sehingga perusahaan tidak melakukan PHK,” ujar Naa.
Baca juga: Pemkot Jayapura lindungi 25 ribu tenaga kerja informal
Sebelumnya, Ketua PHRI Papua, Syahril Hasan, mengatakan pendapatan sektor perhotelan dan restoran belum normal sehingga dilakukan PHK.
“Kalau perusahaan tidak merugi, pasti tidak dilakukan. Apalagi ini di masa pandemi, pekerja juga harus mengerti,” ujar Syahril.
Meski tidak dirinci jumlah pekerja di PHK di masa pandemi, dikatakan Syahril, perusahaan harus mengatur cash flow atau penyesuasi antara pendapatan dan pengeluaran agar tetap beraktivitas.
“Untuk mengantisipasi kerugian, perusahaan mencoba menurunkan 50 persen untuk biaya tenaga kerja. Entah dilakukan dengan cara dirumahkan atau di PHK,” ujar Syahril.
Syahril berharap okupansi hotel dan restoran kembali stabil sehingga PHK dan pekerja dirumahkan tidak lagi terjadi di Papua khususnya di Kota Jayapura, agar kebutuhan perekonomian pekerja tetap terpenuhi. (*)
Editor: Dewi Wulandari