Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Sejak 3 Juni 2020, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Nabire, Papua sudah memberlakukan tandatangan elektronik (barcode) untuk dokumen kependudukan.
Sekretaris Disdukcapil Nabire, Barnabas Fatofa, menuturkan tandatangan elektronik pada dokumen kependudukan diterapkan berdasarkan Permendagri Nomor 104 Tahun 2019 tentang Pendokumentasian Administrasi Kependudukan.
“Seluruh dokumen kependudukan seperti surat pindah, Kartu Keluarga, dan akte pencatatan sipil sudah diterbitkan dengan menggunakan barcode, kecuali KTP. Yang artinya, sudah ada tandatangan elektronik di dalamnya,” tutur Watofa saat ditemui Jubi di Nabire-Papua, Selasa (1/9/2020).
Ia menjelaskan terdapat beberapa keunggulan dalam penerapan tandatangan elektronik yang berbeda dengan tandatangan biasa dengan pena dan mirip sidik jari.
Secara nasional, tandatangan kepala dinas dan cap sudah ada di dalamnya. Barcode tidak bisa luntur, sulit untuk ditiru, dan dipalsukan.
“Jadi kalau ada yang suka palsukan tandatangan di dokumen sudah tidak bisa lagi karena blangkonya sudah beda,” katanya.
Baca juga: Disdukcapil ungkap indikasi pemalsuan KTP di Nabire
Selain penerapan Permendagri Permendagri Nomor 104 Tahun 2019, menurut Watofa, ada juga Permendagri Nomor 109 Tahun 2019 tentang formulir dan buku yang digunakan dalam administrasi kependudukan yang menyatakan bahwa semua dokumen kependudukan menggunakan kertas HVS putih 80 gr ukuran A4.
“Blangko Kartu Keluarga (KK) dan akta pencatatan sipil, akta kematian, dan akta kelahiran sudah menggunakan kertas HVS ukuran A4 80 gram pada dokumen kependudukan,” jelas Watofa.
Watofa minta masyarakat agar jangan sampai keliru dan menganggap itu kertas biasa. Namun jika ada barcode berarti itu asli yang digunakan dalam dokumen kependudukan.
“Jadi kami selalu menyampaikan ke masyarakat agar jangan sampai keliru atau buang. Jadi ingat bahwa sudah tidak ada tandatangan lagi di dokumen, lalu kertasnya bukan kertas lama yang tebal tetapi A4,” tuturnya.
Seorang warga Nabire-Papua, Sri Wahyuni, berkomentar bahwa awalnya ini kaget lantaran saat mengurus dokumen petugas memberikannya kertas putih. Ia lalu memprotes namun setelah dijelaskan baru menyadari hal ini.
“Saya urus akta lahir anak, lalu dikasih kertas biasa. Saya kaget dan protes, tapi begitu dijelaskan baru saya yakin,” ujar Sri. (*)
Editor: Dewi Wulandari