Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Mewakili Parlemen Nasional West Papua, deklarator United Liberation Movement For West Papua atau ULMWP, Buchtar Tabuni mempertanyakan alasan penangkapan juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat Victor Yeimo. Jika Yeimo ditangkap karena unjuk rasa anti rasisme Papua pada 29 Agustus 2019, Tabuni menyatakan seharusnya Satuan Tugas Nemangkawi juga menangkap seluruh pejabat yang menghadiri unjuk rasa anti rasisme itu.
Buchtar Tabuni menyatakan penangkapan Victor Yeimo dengan tuduhan terlibat unjuk rasa anti rasisme Papua pada 29 Agustus 2019 ganjil, karena Tabuni mengetahui bahwa Yeimo tidak menghadiri unjuk rasa yang berkembang menjadi amuk massa di Kota Jayapura itu. Tabuni menyebut, justru ada sejumlah pejabat publik yang menghadiri unjuk rasa anti rasisme Papua pada 29 Agustus 2019 itu.
Ia menyatakan jika Victor Yeimo yang tidak menghadiri unjuk rasa 29 Agustus 2019 ditangkap, maka seluruh pejabat yang menghadiri unjuk rasa itu juga harus ditangkap. “Kami minta untuk segera tangkap dan adili semua pejabat yang terlibat dalam demo anti rasisme pada 2019 lalu,” kata Tabuni saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Jumat (21/5/2021).
Baca juga: Victor Yeimo: Saya pegang mik pada aksi tolak rasisme atas permintaan rakyat
Tabuni mengatakan penegakan hukum tidak boleh pilih kasih. Jika Kepolisian Daerah Papua menyatakan unjuk rasa anti rasisme sebuah kejahatan, seharusnya semua orang yang terlibat dengan unjuk rasa itu ditangkap dan diadili, termasuk Gubernur Papua, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Papua, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia Papua, para tokoh agama, tokoh perempuan, dan tokoh pemuda di Papua.
“Jika Kepolisian Republik Indonesia tidak menangkap pejabat yang terlibat [unjuk rasa anti rasisme Papua itu], maka, demi keadilan, Viktor Yeimo harus segera dibebaskan tanpa syarat. Kami, Parlemen Nasional West Papua, menyayangkan tindakan polisi menangkap tuan Viktor Yeimo. Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua telah menyatakan penangkapan itu tidak sesuai prosedur Hukum Acara Pidana,” kata Tabuni.
Tabuni mengatakan unjuk rasa anti rasisme Papua pada 2019 merupakan reaksi rakyat Papua atas insiden ujaran rasisme yang dilakukan orang berseragam TNI kepada mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Akan tetapi, pemerintah Indonesia melalui Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuduh ULMWP dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menjadi dalang unjuk rasa anti rasisme Papua itu.
Baca juga: Victor Yeimo ditangkap polisi, Anouw: Lebih baik tangkap seluruh rakyat Papua
“Berdasarkan tuduhan tersebut, Agus Kossay selaku Ketua KNPB Pusat, Steven Itlay selaku Ketua KNPB Timika, saya selaku pimpinan ULMWP, ditangkap bersama dengan empat orang mahasiswa. Mereka adalah Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alexander Gobay, mantan Presiden Mahasiswa Universitas Cenderawasih, Ferry Kombo, serta dua mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Hengky Hilapok dan Irwanus Uropmabin,” kata Tabuni.
Tabuni menuturkan ia dan enam tahanan politik lainnya lalu diadili dengan delik makar di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. Sekarang, Victor Yeimo juga dijadikan tersangka dalam kasus makar gara-gara unjuk rasa yang sama.
Tabuni menyatakan kasus hukumnya telah selesai ketika ia bersama enam tahanan politik lain dinyatakan bersalah dan dipenjara dalam kasus makar. Tabuni juga menyebutkan, ada puluhan aktivis Papua lain yang telah diadili karena melakukan unjuk rasa anti rasisme Papua, dan sudah menyelesaikan masa hukuman mereka. Ia mempertanyakan mengapa sekarang polisi kembali menangkap aktivis Papua dengan tuduhan terlibat unjuk rasa anti rasisme Papua tahun 2019.
Baca juga: Soal Victor Yeimo, John NR Gobai dan Pdt Nikolaus Degei temui petinggi Polda Papua
“Dengan menyimak penangkapan, penahanan, persidangan dan menjalani masa penahanan atas tuduhan makar serta kriminalisasi [para peserta] demo anti rasisme sepanjang 2019 hingga 2020, kami hendak menyampaikan bahwa kasus demo anti rasisme di Papua telah dipertanggungjawabkan melalui persidangan tujuh tahan politik di Balikpapan,” tegas Tabuni.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Bangun Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Alfred Freddy Anouw juga menyatakan penangkapan dan penahanan terhadap Victor Yeimo berlebihan. Anouw menilai penangkapan dan penahanan Yeimo itu merupakan cara pihak keamanan untuk membungkam ruang demokrasi di atas tanah Papua.
“Logikanya, kalau saudara Victor Yeimo ditahan karena aksi rasisme, kenapa Polisi tidak menahan seluruh rakyat, pegawai, pengusaha dan pejabat Papua sekaligus. Karena aksi itu murni datang dari seluruh rakyat Papua yang hitam kulitnya dan keriting rambutnya,” ujar Alfred Freddy Anouw kepada Jubi, Senin, (17/5/2021). (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G