Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Badan Musyawarah Adat Suku Besar Wate, Kabupaten Nabire, Papua, melaksanakan rapat kerja tahun ketiga di Kampung Kimi, Distrik Teluk Kimi, pada Jumat (5/3/2021). Rapat kerja itu membahas sejumlah program kerja Badan Musyawarah Adat Suku Besar Wate.
Dalam pertemuan, Kepala Suku Besar Wate, Kabupaten Nabire, Alex Raiki mengatakan rapat kerja itu dilaksanakan di sela-sela perayaan tiga tahun Badan Musyawarah Adat (BMA) Suku Besar Wate. “Kami hitung, baru tiga tahun semenjak terbentuknya BMA, dan baru diakui pemerintah. Suku Wate sudah ada sejak dulu, tetapi BMA baru terbentuk tahun 2018,” ujar Alex Raiki.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Nabire telah mengakui keberadaan BMA Suku Besar Wate melalui Surat Keputusan Bupati Nabire Nomor 396 Tahun 2019 tentang pembentukan Badan Musyawarah Adat Suku Wate Kabupaten Nabire. BMA Suku Besar Wate sendiri memiliki sejumlah program kerja. “Salah satunya penertiban persoalan pelepasan adat untuk kepemilikan tanah,” kata Alex.
Baca juga: Permintaan meningkat, Dukcapil Nabire harus layani 200 pemohon tiap hari
Alex menyatakan ada sejumlah program yang sudah dilaksanakan, seperti menetapkan 10 kampung adat di Kabupaten Nabire. BMA Suku Besar Wate juga telah merekomendasikan Pemerintah Kabupaten Nabire untuk memiliki kepala kampung adat yang berlatar belakang anak asli Suku Wate.
BMA Suku Besar Wate juga memiliki program pengobatan massal di sejumlah kampung adat Suku Wate. Selain itu, juga ada program untuk melindungi tempat keramat milik Suku Wate agar dilestarikan, sanggar budaya, pesta rakyat dan sebagainya.
“Beberapa program suka berjalan. Hanya belum maksimal karena terbentur situasi pandemi COVID-19. Kami juga sedang berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkain pemberian vaksin kepada masyarakat, khususnya masyarakat adat Suku Wate,” tutur Alex.
Baca juga: Disdukcapil Nabire musnahkan dokumen kependudukan
Alex berharap timnya terus berupaya semaksimal mungkin untuk menghadirkan program yang dibutuhkan warganya. Ia juga berharap dukungan Pemerintah Kabupaten Nabire. “Intinya BMA harus laksanakan yang terbaik bagi masyarakat Wate,” kata Alex.
Kepala Sub Suku Wate Kampung Oyehe, Yohan Raiki menambahkan pihaknya sudah memiliki sejumlah rencana program yang belum terlaksana, karena saat itu BMA Suku Besar Wate belum diakui pemerintah. Ia mengaku telah berkoordinasi dengan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nabire untuk membahas peraturan daerah tentang hak masyarakat adat.
“Kami baru diakui oleh pemerintah terkait kelembagaan pada tahun lalu. Jadi saya akan fokus dulu sosialisasi kelembagaan di wilayah kerja, terutama [kepada] pemerintah distrik dan kelurahan kampung,” tambah Yohan Raiki. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G