Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia, Olivier De Schutter, menemukan indikasi pengerjaan proyek Mandalika, Nusa Tenggara Barat, merampas tanah masyarakat setempat. Olivier De Schutter, mengatakan para petani dan nelayan tergusur dari tanah yang mereka tinggali. Selain itu, rumah serta ladang mereka rusak.
“Petani dan nelayan terusir dari tanah yang mereka tinggali. Rumah, ladang, sumber air, peninggalan budaya, serta situs religi mereka mengalami perusakan karena pemerintah Indonesia dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) menjadikan Mandalika sebagai Bali baru,” kata Olivier dikutip Koran Tempo Kamis, (8/4/2021).
Baca juga : Ratusan hektare lahan ekonomi khusus di NTB ini untuk membangun hotel
Konflik lahan di Besipae NTT, tetua adat : pemerintah memecah belah
Konflik lahan Besipae NTT, emak-emak ditendang pria tegap
Para ahli HAM PBB juga menyatakan masyarakat setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi. Warga juga diusir paksa dari tanah mereka tanpa mendapat pengganti yang sepadan.
Tercatat sirkuit Mandalika terletak di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, direncanakan diubah menjadi kompleks pariwisata terintegrasi. Kawasan ini akan memiliki sirkuit balap motor Grand Prix, taman, hotel, dan resort mewah, termasuk Pullman, Paramount Resort, dan Club Med.
Sebagian proyek ini dibiayai oleh AIIB dan telah menerima investasi lebih dari US$ 1 miliar dari pebisnis swasta. Grup asal Prancis, VINCI Construction Grands Projets, merupakan investor terbesar yang akan bertanggung jawab atas pembangunan Sirkuit Mandalika, hotel, rumah sakit, water park, dan fasilitas lainnya.
Staf Khusus dan juru bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Teuku Taufiqulhadi, mengatakan pendapat Pelapor Khusus PBB soal proyek Mandalika tendensius dan sama sekali tidak berdasar. “Jika ada (perampasan tanah), tentu sudah terjadi gejolak di sana. Masyarakat akan protes beramai-ramai,” kata Taufiqulhadi.
Ia menyatakan bahwa tuduhan telah terjadinya perampasan tanah dan penggusuran itu tidak benar. (*)
Editor : Edi Faisol