Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Anggota Komisi Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan orang Papua tidak membutuhkan keterwakilan orang Papua menjadi menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo periode 2019 – 2024. Kadepa menyatakan orang Papua lebih membutuhkan keseriusan Negara menyelesaikan masalah Papua.
Hal itu disampaikan Laurenzus Kadepa di Jayapura, Papua, Rabu (16/10/2019). Ia mengatakan selama beberapa periode terakhir orang Papua selalu “mendapat jatah” jabatan menteri. Akan tetapi, hingga kini masalah Papua tak kunjung diselesaikan.
Kadepa menyebut berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang hingga kini masih terjadi. “Kesannya, desakan rakyat Papua agar Negara menyelesaikan berbagai masalah di Papua dialihkan dengan pemberian jabatan menteri,” kata Kadepa.
Menurut Kadepa, pada periode pertama kepemimpinannya Presiden Jokowi pernah menyatakan ingin menyelesaikan berbagai masalah di Papua, termasuk berbagai kasus pelanggaran HAM. Akan tetapi, hingga kini tidak ada pelanggaran HAM yang terselesaikan.”Bahkan, terkesan tak ada upaya menuju penyelesaian,” ujarnya.
Kadepa juga menyoroti pernyataan Presiden Jokowi yang mengaku siap berdialog dengan kelompok yang selama ini memperjuangkan kemerdekaan Papua. Akan tetapi, pernyataan itu dinilai hanya sekadar angin lalu.
“Kalau pemerintah pusat serius, hal itu [seharusnya] sudah dilakukan [sejak] lama. Tapi kan hingga kini tidak terwujud. Kesannya, pernyataan seperti itu dilontarkan [Presiden] hanya pada momen tertentu. Misalnya, ketika terjadi dinamika di Papua, atau pada masa tahun politik,” ucapnya.
Sementara itu, Weinan Watori dari Dewan Adat Papua menyatakan rakyat Papua lebih menginginkan Negara berlaku adil kepada semua warganya ketimbang “jatah” jabatan menteri. “Kalau kita mau bangun damai, orang di Jakarta dulu yang ditolong membangun pikiran damai itu, bukan orang di Papua,” kata Weinand Watori.
Menurutnya, jika bicara damai, pemerintah pusat harus konsisten menjalankan setiap amanat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus). Watori menyatakan selama ini pihak di Papua berupaya menjalankan wewenang dan amanat Otsus Papua, namun pemerintah pusat selalu menyatakan pelaksanaan wewenang Otsus Papua itu bertentangan dengan undang-undang yang lain.
“Jadi, jalankan saja barang itu (UU Otsus-red). Misalnya, [bentuk] Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau KKR yang [diatur] di dalam UU Otsus Papua. Kalau kita membuat Undang-Undang, mesti dijalankan. Katanya negara hukum, kenapa tidak dijalankan aturan itu?” Watori mempertanyakan.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G