Papua No.1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Jhon NR Gobai, mengatakan, Kabupaten Nabire sebagai daerah yang penduduknya majemuk diprediksi memiliki potensi konflik yang besar. Untuk itu dirinya berhadap, perlu adanya regulasi daerah tentang potensi penanganan konflik sosial.
Hal ini berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang pananganan konflik sosial dan UU Otsus Papua Tahun 2021 pasal 50 dan 51 tentang peradilan adat.
“Karena kita di Nabire ini ada kepala-kepala suku. Lalu di dalam suku ada mekanisme penyelesaian masalah, maka dua UU itu menghendaki pemprov dan pemkab untuk membentuk tim penanganan konflik sosial,” kata Gobai, Selasa (4/5/2021).
Ia mengaku telah menyampaikan pokok pikiran dan usulan kepada DPRD Nabire dengan menyerahkan contoh draf regulasi untuk ditindaklanjuti, agar ada regulasi di daerah.
Ini menurutnya, karena regulasi daerah bisa diusulkan melalui peraturan Bupati maupun dengan Peraturan daerah (Perda). Misalnya, bisa saja muncul Perbubnya kemudian ditindaklanjuti dengan Perda.
“Saya serahkann drafnya ke DPRD Nabire, karena ada potensi konflik. Misalnya seperti Nabire dalam menghadapi PSU ini sangat besar,” tuturnya.
Gobai menjelaskan, penanganan konflik merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa. Baik sebelum, saat, maupun sesudah terjadi konflik. Hal ini mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
Ia menjelaskan, mekanisme penanganan konflik yang baik adalah dengan dialog antar orang Papua dengan orang Papua maupun dengan orang non Papua dari berbagai elemen. Yakni harus dengan memetakan akar permasalahan dari masing-masing pihak kemudian dirumuskan rekomendasi lalu pada rencana tindak lanjut bersama yang harus dijaga dan dilaksanakan.
“Karena dalam penyelesaian masalah dalam masyarakat adat yang kita kenal dengan peradilan adat. Ini ada dalam masyarakat adat Papua dan masyarakat adat lain merupakan sebuah cara dalam penanganan konflik sosial di Papua, maupun Nabire,” jelasnya.
Untuk itu, Gobai mengharapkan Pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten untuk memfasilitasi dan menghadirkan regulasi daerah tentang konflik sosial. Misalnya, yang terkait dengan tanah, pidana adat dan lain-lain.
“Saya sangat berharap kepedulian dan keterlibatan Pemerintah Daerah dalam hal ini untuk memfasilitasi regulasi,” harap Jhon.
Sementara, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Nabire, Sambena Inggeruhi, mengatakan pihaknya telah menerima kajian akademisi tentang draf penanganan konflik sosial.
Ia bersepakat jika terjadi konflik dan belum sampai ke ranah hukum Negara, maka bisa ada ruang yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa dalam masyarakat adat.
“Saya sepakat, ini draf baru kami terima. Sehingga, sesuai mekanisme pasti akan dibahas dalam Bapemperda. Ini akan kami diskusikan dan semoga diagendakan dalam tahun ini,” kata Inggeruhi. (*)
Editor: Edho Sinaga