Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Akademisi dari Universitas Cenderawasih atau Uncen Jayapura Papua, Yakobus Murafer berpendapat, dualisme jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Papua, bukan bentuk pengambilalihan kewenangan oleh pemerintah pusat.
Kini posisi Sekda Papua dijabat dua orang. Keduanya dilantik pada hari yang sama di tempat berbeda.
Doren Wakerkwa dilantik Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal sebagai Penjabat Sekda Papua di Kota Jayapura, Senin (1/3/2021).
Pada saat hampir bersamaan di Jakarta, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik Dance Yulian Flassy sebagai Sekda Papua definitif.
Yakobus Murafer mengatakan, pelantikan Dance Yulian Flassy sebagai respons dan perhatian serius pemerintah pusat, terhadap Papua.
Sebab Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 159/TPA Tahun 2020 yang mengangkat Dance Yulian Flassy, 23 September 2020 lalu.
Akan tetapi hingga akhir Februari 2021, yang bersangkutan belum juga dilantik.
“Jadi tidak ada pengambil alihan kewenangan dari pusat. Ketika itu sekda definitif sudah ditetapkan. Akan tetapi tidak dilantik saat itu, kemudian diambil alih oleh Mendagri,” kata Yakobus Murafer kepada Jubi, Selasa (2/3/2021).
Tidak dilantiknya Sekda Papua definitif pascaterbitnya Keppres ketika itu, diduga pemicu sengkarut yang terjadi kini.
Katanya, pemerintah pusat merespons berlarutnya pelantikan Sekda Papua definitif agar pemerintahan dan pembangunan di Papua dapat terlaksana secara maksimal.
“Maka diproseslah pelantikan di pusat. Ini hanya agar proses pemerintahan berjalan dengan baik karena kewenangan penjabat sekda dan sekda definitif itu berbeda. Penjabat sekda kewenangannya terbatas. Kita tahu penyelenggaraan pemerintahan di Papua ini berat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw menyarankan pemerintah pusat segera mengambil langkah kongkrit menyelesaikan dualisme jabatan Sekda Papua.
“Sebaiknya pemerintah pusat mengundang Gubernur Papua untuk bersama mencari solusi terbaik,” kata Jhony Banua Rouw.
Menurutnya kedua pihak mesti duduk bersama, karena Pemprov Papua merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Ia khawatir, jika situasi berlangsung cukup lama dapat mempengaruhi terlaksananya sistem pemerintahan di Papua. (*)
Editor: Edho Sinaga