Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengakui eksploitasi alam juga menjadi penyebab banjir besar di Kalimantan Selatan. Meski ia juga menyebut menyebut faktor lain pengaruh La Nina.
“Menko PMK tak memungkiri bahwa eksploitasi alam menjadi salah satu penyebab banjir besar di Kalsel. Pengelolaan alam yang salah dan sembrono menyebabkan timbulnya malapetaka bencana alam,” tulis siaran pers resmi Kemenko PMK, Kamis (21/1/2021) kemarin.
Baca juga : Banjir Kalsel, Walhi : Jokowi harus berani memanggil korporasi perusak lingkungan
Banjir Kalsel akibat kerusakan lingkungan yang parah
Sejumlah daerah ini juga mengalami banjir
Muhadjir menyambangi posko pengungsian banjir di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam siaran persnya Muhajir meminta kepada seluruh pihak, baik masyarakat umum, pengusaha, dan pemerintah daerah mencintai alam dan memanfaatkan alam dengan bijaksana.
“Jangan sampai ada yang mengambil keuntungan terlalu besar (dari lingkungan), sementara sebagian yang lain menanggung risiko terlalu besar,” kata Muhadjir menambahkan.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini juga meminta semua pihak tak hanya menghitung .
Selain soal eksploitasi alam, ia juga mengatakan banjir besar di Kalsel juga merupakan dampak dari fenomena alam La Nina.
“Seingat saya Kalimantan Selatan adalah termasuk wilayah yang tidak dikira akan menghadapi dampak badai La Nina ini,”katanya.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah mengatakan pencabutan izin tambang menjadi salah satu kunci jangka panjang menyelamatkan Kalimantan Selatan (Kalsel) dari banjir. Menurut Johansyah banjir Kalsel tak terlepas dari dampak eksploitasi lahan untuk pertambangan batubara, perkebunan sawit dan industri ekstraktif lainnya yang merampas ruang dan merusak lingkungan.
“Di Kalsel terdapat 114 Unit IPPKH dengan luas 64.953.12 hektare atau hampir menyamai luas DKI Jakarta. Dari angka itu, luasan areal dibuka 12 618.44 ha yang direklamasi baru seluas 2.708.07 ha dan areal yang telah direvegetasi hanya mencapai 28.93 ha,” ujar Johansyah.
Menurut dia izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau IPPKH adalah izin penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan non-kehutanan, di antaranya adalah kepentingan pertambangan. IPPKH untuk pertambangan dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan hidup dan kehutanan
Data Jatam, IPPKH pertambangan untuk seluruh Indonesia yang diterbitkan KLHK hingga awal tahun 2019, sebanyak 651 unit dengan total luas 474 859.67 ha atau setara dengan satu setengah kali luas Kabupaten Bogor yang luasnya 266.400 ha.
Dari luas tersebut, kata Johansyah, areal yang telah dibuka mencapai 69.596.77 ha dengan luas areal yang direklamasi baru seluas 27.494.37 ha dan areal yang direvegetasi hanya mencapai 5.885.14 ha. “Ini izin yang dikeluarkan sejak Menteri MS Kaban hingga Menteri Siti Nurbaya,” ujar Johansyah menjelaskan.
Dengan data tersebut di atas, kata dia, pencabutan izin, termasuk pencabutan izin pinjam pakai kawasan hutan sebagai izin pendukung kegiatan pertambangan, merupakan suatu keharusan agar Kalimantan Selatan bebas banjir. (*)
CNN Indonesia, Tempo.co
Editor : Edi Faisol