Meninggalnya dua narapidana Lapas Abepura diduga karena kelalaian pihak Lapas

Jenazah Selyus Logo saat berada di RSUD Abepura – Dok. Komnas HAM Perwakilan Papua
Jenazah Selyus Logo saat berada di RSUD Abepura – Dok. Komnas HAM Perwakilan Papua

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua menyimpulkan kematian dua narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA atau Lapas Abepura, Kota Jayapura, diduga disebabkan kelalaian pihak Lapas Abepura. Hal itu dinyatakan Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey saat mengumumkan hasil investigasinya di Jayapura, Rabu (19/6/2019).

Read More

Maikel Ilintamon (25) dan dan Selyus Logo adalah dua narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Abepura, dan melarikan diri bersama delapan narapidana lainnya pada 24 April 2019. Sejumlah sembilan narapidana tertangkap lagi pada hari yang sama, termasuk Ilintamon dan Logo.

Lapas Abepura menyatakan sebelum dikembalikan ke lapas Ilintamon sempat dianiaya massa yang menangkapnya hingga terluka. Ilintamon akhirnya meninggal pada 24 April malam. Pada pekan berikutnya, Logo meninggal pada 3 Mei, dan Lapas Abepura menyatakan Logo meninggal karena sakit.

Saat mengumumkan hasil investigasi Komnas HAM Perwakilan Papua pada Rabu, Frits Ramandey menyatakan Ilintamon dan Logo diduga disebabkan kelalaian pihak Lapas Abepura. Dugaan itu muncul karena petugas Lapas Abepura dinilai terlambat merujuk Ilintamon dan Logo ke rumah sakit. “Patut diduga ada tindakan medis yang terlambat atau kelalaian dari petugas kesehatan lapas sehingga ada korban meninggal dunia,” ujar Ramandey.

Ramandey menyatakan pihaknya tidak sempat mengetahui kondisi Maikel Ilintamon saat meninggal pada 24 April. “Akan tetapi, kami melihat kondisi jenazah Selyus Logo di RSUD Abepura. Di bagian kepala Selyus Logo ada bekas luka yang masih mengeluarkan darah,” kata Frits Ramandey.

Ramandey juga telah menemui tujuh narapidana lain yang melarikan diri dan tertangkap lagi pada 24 April lalu. Di wajah ketujuh narapidana yang ditahan dalam sel khusus di Lapas Abepura itu terdapat bekas luka dan memar.

Melihat kondisi jenazah Selyus Logo, juga bekas luka dan memar di wajah ketujuh narapidana lainnya tersebut, Ramandey menilai ada potensi penganiyaan yang dilakukan secara massal. Penganiayaan itu dilakukan ketika ketika para napi tertangkap warga hingga saat dibawa kembali ke Lapas.

Hingga kini, Komnas HAM Perwakilan Papua belum menyatakan adanya keterlibatan petugas Lapas Abepura dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian Ilintamon dan Logo. Akan tetapi, Ramandey menegaskan petugas medis Lapas Abepura seharusnya segera menangani luka yang dialami Maikel Ilintamon, Selyus Logo dan tujuh narapidana lainnya saat tiba di Lapas Abepura pada 24 April lalu. “Pihak keluarga korban yang meninggal dunia jika ingin melakukan upaya hukum, silahkan,” ucapnya.

Bagian Pengaduan Komnas HAM perwakilan Papua, Melchior S Waruin mengatakan saat penyerahan jenazah, mestinya pihak lapas menjelaskan secara terperinci kepada keluarga penyebab kedua korban meninggal.

“Ini berkaitan dengan hak-hak narapidana. Makanya istilah yang dipakai kini adalah warga binaan. Bukan narapidana dan tahanan, dengan harapan mereka dibina agar ketika keluar lapas bisa lebih baik lagi,” kata Melchior S Waruin. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply