Mengembangkan kawasan konservasi perairan di Papua Barat

Survey Terumbu Karang di Papua Barat
Survei terumbu karang untuk mendukung pengembangan kawasan konservasi perairan di Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Tambrauw. – Dok. YKAN/Awaludinnoer

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sorong, Jubi – Perairan di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB), Provinsi Papua Barat merupakan salah satu perairan yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumber daya pesisir terpadu yang mengedepankan aspek pelestarian sumberdaya laut dan perikanan agar dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan para pemangku kepentingan setempat.

Hal ini mengemuka dalam Rapat Koordinasi Komite Pengarah dan Komite Seleksi Proposal Program Blue Action Fund di Bentang Laut Kepala Burung pada tanggal 15-17 Februari 2022 yang diselenggarakan oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Kota Sorong.

Provinsi Papua Barat memiliki luas wilayah laut 106.598,9 km2 dengan panjang garis pantai 12.455 km yang dihuni lebih dari 1.700 spesies ikan karang dan 600 spesies karang keras, serta ekosistem mangrove seluas 482.029 hektare.

Baca juga: Kisah para perempuan penjaga hutan mangrove di Jayapura

“Sumber daya hayati terbaharukan ini tentunya harus kita jaga dan lestarikan. Terkait hal tersebut, arah pembangunan di Provinsi Papua Barat memprioritaskan aspek konservasi yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Khusus Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat, Jacobis Ayomi dalam rilis media yang diterima Jubi, Senin (21/2/2022).

“Pembangunan tidak saja fokus pada aspek fisik, tetapi juga memperhatikan aspek keberlangsungan lingkungan tempat hidup dan pemberian hak akses masyarakat lokal dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan,” ujar Jacobis Ayomi.

Kawasan Konservasi Perairan

Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Tahun 2019-2039 mengalokasikan 4,1 juta hektare atau 39,9 persen luas wilayah laut Papua Barat sebagai Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Luas tersebut berkontribusi sekitar 13,8 persen terhadap luasan target nasional. Termasuk di dalamnya pengembangan wilayah kelola masyarakat hukum adat yang tersebar di beberapa kabupaten pesisir di Provinsi Papua Barat.

Untuk mewujudkan alokasi tersebut, saat ini Pemerintah Provinsi Papua Barat berkomitmen mendorong pengembangan kawasan konservasi perairan di perairan Misool bagian utara, Kabupaten Raja Ampat, dengan luas 308.692 hektare, dan Maksegara yang melintasi Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw dengan luas 135.302 hektare.

Baca juga: Mangrove di Teluk Youtefa berkurang, hutan perempuan adat Enggros hilang

Di samping itu, Pemerintah Provinsi Papua Barat juga berkomitmen mendampingi masyarakat hukum adat dalam mengembangkan dan mengelola wilayah kelola adatnya secara berkelanjutan.

“Dalam rangka percepatan dan mendukung upaya tersebut, YKAN bersama para mitra yang terdiri dari Universitas Papua, Dewan Adat Suku Maya, dan Yayasan Nazaret Papua Barat, dengan dukungan pendanaan dari Blue Action Fund telah melaksanakan program sejak Desember 2020 di Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Tambrauw,” kata Bird’s Head Seascape Manager YKAN, Lukas Rumetna.

“Program ini diimplementasikan melalui tiga program utama, yaitu penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi yang dipadukan dengan pengelolaan perikanan skala kecil, peningkatan kapasitas pengelola kawasan konservasi, perikanan skala kecil dan masyarakat hukum adat, serta pengembangan mata pencaharian masyarakat. Upaya ini selaras dengan program pemerintah dalam rangka pencapaian target 30 juta hektare kawasan konservasi pada tahun 2030 atau 10 persen dari luas perairan Indonesia,” sambung Lukas Rumetna. (*)

Editor: Jean Bisay

Related posts

Leave a Reply