Mengembalikan Rumah Burung Surga di Tablasupa

Burung Cenderawasih Papua
Burung Cerawasih Kuning Kecil (Paradisea minor) yang teramati di habitat alaminya di Plot II Site Monitoring Cenderawasih di Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua. - Dok. BBKSDA Papua

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Sebagai bagian dari kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop, Kampung Tablasupa di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua, ingin mengembalikan habitat burung cenderawasih di sana. Upaya konservasi di sana berjalan beriringan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat adatnya.

Penyuluh kehutanan Chandra Irwanto Lumban Gaol masih ingat pengalamannya enam tahun silam, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Kampung Tablasupa. “Tahun 2015, waktu awal bertugas, saya pernah ditentang dan dikejar warga,” ujar Chandra kepada Jubi, Jumat (9/10/2020).

Read More

Saat itu, perburuan cenderawasih masih menjadi penghidupan beberapa warga Tablasupa. Petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua seperti Chandra cenderung mengalami penolakan warga, terutama oleh mereka yang berburu dan memperjual-belikan burung cenderawasih.

Para penyuluh BBKSDA sejak 2014 mendekati para tetua adat dan tokoh agama setempat, meminta restu untuk bisa menjalankan tugas mereka memonitor habitat cenderawasih di Tablasupa. Pada 2014, polisi hutan sekaligus penyuluh BBKSDA Yoga Sutisna mengajak kepala kampung Tablasupa saat itu, Salonika Kisiwaitou membentuk Kelompok Pecinta Alam (KPA) yang diberi nama Amemay.

Komunitas itu beranggotakan tokoh masyarakat setempat, yang kini aktif menyuluh untuk mencegah perburuan di Kampung Tablasupa. “Setelah KPA terbentuk, tidak ada lagi perburuan di sini. Padahal [sebelum] 2015 [perburuan] masih sangat tinggi, karena [faktor] ekonomi,” ungkap Chandra.

Baca juga: Lonceng kerusakan mangrove di Teluk Youtefa

KPA Amemay akhirnya menjadi jalan bagi para Chandra untuk melibatkan masyarakat adat menjaga dan mengamati tiga plot Site Monitoring Cenderawasih di Tablasupa, khususnya Plot II. Hasil monitoring dan survey yang dilakukan BBKSDA dan KPA Amemay sejak 2015 hingga 2019 telah mengidentifikasi 11 ekor burung Cenderawasih Kuning Kecil (Paradisea minor) dewasa (tidak termasuk anakan) di Plot II itu.

Jumlah itu dihitung dari pohon tempat satwa tersebut bermain, meski hingga saat ini BBKSDA dan KPA Amemay belum mengetahui di mana Cenderawasih Kuning Kecil bersarang. Untuk tahun ini, belum ada data yang sinkron terkait populasi Paradisea minor di Plot II Tablasupa.

Tim BBKSDA dan KPA Amemay juga mendapati keberadaan sejumlah cenderawasih jenis lain di sana, seperti Cenderawasih Gagak (Lycocorax pyrrhopterus), Cenderawasih Raja (Cicinnurus regius), dan Cenderawasih Belah Rotan (Cicinnurus magnificus). Akan tetapi, ketiga jenis cenderawasih itu hanya terlihat mata dan belum terdokumentasi, sehingga belum diperhitungkan dalam data populasi cenderawasih di Plot II itu.

“Sampai saat ini, kami masih khusus memonitor Cenderawasih Kuning Kecil. Jadi, sesuai data, yang bisa saya sampaikan dan pertanggungjawabkan adalah satu spesies cenderawasih, [Paradisea minor] yang kami monitor,” ujar Chandra.

Burung Cenderawasih Papua
Pengamatan burung Cenderawasih Kuning Kecil (Paradisea minor) di Plot II Site Monitoring Cenderawasih di Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua. – Dok. BBKSDA Papua.

Membumikan rumah burung surga

Perburuan cenderawasih di Tablasupa bisa terhentikan karena KPA Amemay tak semata-mata melarang warga memperdagangkan si burung surga itu. “Kami harus mencari pengganti ketergantungan ekonomi mereka [kepada perdagangan cenderawasih], agar tak lagi melakukan perburuan,” tutur Chandra.

KPA Amemay beruntung karena mendapat dukungan Kisiwaitou. Sebagai perempuan Papua, peran Kisiwaitou sebagai kepala kampung melampaui batas-batas tradisi patriarkal masyarakat adatnya. Salah satu hal penting yang dilakukan Kisiwaitou adalah menyediakan biaya operasional kegiatan KPA Amemay dalam anggaran kampung.

Dalam perkembangan berikutnya, Kisiwaitou juga merintis Tablasupa menjadi desa binaan konservasi Kena Nembey, dan mengarahkan pembenahan Tablasupa menjadi destinasi wisata bahari yang terbatas, dikhususkan hanya bagi kegiatan pendidikan dan penelitian.

Visi itu menopang upaya jangka panjang BBKSDA untuk menjadikan Tablasupa sebagai rumah bagi cenderawasih “si burung surga”. “Daerah kami juga daerah wisata bahari, dan di sini sering terdengar suara nyanyian burung cenderawasih. Itu bisa menjadi daya tarik bagi kampung kami, dan mendatangkan berkat bagi masyarakat kami,” tutur Kisiwaitou.

Kini, beberapa rumah warga Tablasupa dimanfaatkan sebagai penginapan atau home stay bagi para pengunjung, dengan pengelolaan yang dikoordinasi Desa Binaan Kena Nembay. Meski tetap membatasi jumlah pengunjung dengan sangat ketat-hanya lima orang dalam satu waktu bersamaan-pendapatan dari kegiatan wisata konservasi itu mulai menggerakkan perekonomian di tingkat Kampung Tablasupa.

“Itu dibentuk kelompok binaan kampung Tablasupa. Kami memfasilitasi, dan manajemen diatur oleh desa binaan itu. Uang home stay itu akan mereka bagi untuk pengelolaan dan upah pekerja. Tidak sembarang orang bisa berkunjung, harus mendapatkan izin dari KPA Amemay, dan tujuan kunjungan itu akan dikonfirmasikan ke BBKSDA,” kata Chandra.

Tarian masyarakat adat di Kampung Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua, yang mendiami hutan habitat alami burung Cenderawasih Kuning Kecil (Paradisea minor). – Dok. BBKSDA Papua

Dukungan mengalir

Jerih payah BBKSDA Papua, KPA Amemay, dan Kisiwaitou membuat konservasi burung cenderawasih menjadi membumi, senafas dengan realitas kehidupan warga Tablasupa. Jerih payah itu memperkuat harapan Tablasupa bisa kembali menjadi rumah bagi si burung surga.

Jerih payah itu pula yang membuat Desa Binaan Kena Nembay meraih penghargaan peringkat pertama desa binaan konservasi Indonesia 2019 dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar. Dukungan juga datang dari Pertamina Marketing Operation Region (MOR) VIII yang membawahi pemasaran di Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua yang membuat program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mengembangkan pertanian organik di Tablasupa.

Program itu digadang-gadang untuk membuat perekonomian di tingkat Kampung Tablasupa semakin hidup. “Program CSR Pertamina itu sudah berjalan dari tahun 2019, salah satu kegiatan intinya itu masuk di dalam perlindungan satwa cenderawasihnya. Pertamina memfasilitasi pengadaan alat dan pemberdayaan masyarakat. Kami membuat program pertanian organik, karena muncul dari program pemulihan ekonomi nasional pemerintah pusat. Tahun ini kita mulai masuk pada pertanian organiknya,” kata Unit Manager Communication, Relations dan CSR MOR VIII PT Pertamina (Persero), Edi Mangun.

Edi menyatakan upaya BBKSDA Papua dan KPA Amemay untuk menghentikan perburuan cenderawasih dengan memberdayakan perekonomi warga adalah pencapai besar. “Apa yang kami lakukan adalah bagian yang sangat kecil [dari upaya penyelamatan cenderawasih]. Saya sendiri terkaget-kaget, ketika kita ingin menyelamatkan cenderawasih, justru di tempat lain banyak yang diperjualbelikan. Kami melakukan [CSR] itu dengan harapan bisa memberi sedikit sumbangan untuk melestarikan satwa yang luar biasa itu,” tutur Edi.

Baca juga: Terancamnya hutan perempuan di Kampung Enggros

Sekretaris KPA Amemay, Silas Demetouw menuturkan kerja panjang para relawannya semakin menghidupkan perekonomian masyarakat, sekaligus berdampak positif bagi kelestarian alam Tablasupa. Ia menyambut berbagai pihak yang ingin membuat perekonomian warga Tablasupa semakin laju. Namun Demetouw menyatakan warga Tablasupa tetap membutuhkan dukungan Pemerintah Kabupaten Jayapura.

“Saya berharap Pemerintah Kabupaten Jayapura bisa memberikan dukungan, pembinaan, dan pendampingan supaya apa yang kita kerjakan sekarang ini bisa berlanjut. Kampung kami ini punya potensi wisata yang sangat tinggi, tapi akses jalan menuju kampung ini belum begitu baik,” kata Demetouw.

Perubahan di Tablasupa adalah potret bagaimana upaya konservasi tak meminggirkan upaya menggerakkan perekonomian warga. Ketika berjalan beriringan, perputaran ekonomi di tingkat Kampung Tablasupa justru jadi penopang upaya pelestarian burung cenderawasih di sana. Sebaliknya, upaya pelestarian burung cenderawasih di sana menggerakkan lebih banyak pihak yang ingin membuat para warga Tablasupa semakin berdaya.(CR4)

Ralat: Berita ini mengalami sejumlah perbaikan pada Senin (12/10/2020) pukul 17.21 WP. Dalam pemberitaan awal tertulis “Kepala Resort Tepera Yewena Yosu itu itu akhirnya mendekati para tetua adat …” diperbaiki menjadi “Para penyuluh BBKSDA sejak 2014 mendekati para tetua adat …”

Dalam pemberitaan awal tertulis “Tahun 2015, ia mengajak kepala kampung Tablasupa saat itu, Salonika Kisiwaitou membentuk Kelompok Pecinta Alam (KPA) …”, diperbaiki menjadi “Pada 2014, polisi hutan sekaligus penyuluh BBKSDA Yoga Sutisna mengajak kepala kampung Tablasupa saat itu, Salonika Kisiwaitou membentuk Kelompok Pecinta Alam (KPA) …”.

Dalam pemberitaan awal tertulis “Ketua KPA Amemay, Silas Demetouw”, diperbaiki menjadi “Sekretaris KPA Amemay, Silas Demetouw”. Kami memohon maaf atas kesalahan tersebut. 

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply