Papua No.1 News Portal | Jubi
Oleh: Victor V. Ruwayari
Pemerintah, KPU, Bawaslu dan DKPP sudah bersepakat bahwa Pemilihan Umum Tahun 2024 dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024. Jalan panjang menuju penetapan pelaksanaan pemilu dilalui setelah mempertimbangkan berbagai hal, situasi dan kondisi.
Berbagai pertimbangan yang diusulkan oleh KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai lembaga penyelenggaraan pemilu, didorong sejak tahun 2021, terutama rens waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada tahun 2024 harus memadai dalam mempersiapkan dua pesta demokrasi, yang tentunya berkualitas
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI oleh Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP akhirnya disepakati bersama tanggal pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024 yang dilaksanakan pada 14 Februari 2024 dan pemilihan serentak kepala daerah pada 27 November 2024.
Irisan-irisan tahapan yang tidak dapat dihindari akan mewarnai persiapan pemilu selanjutnya. Apa lagi dalam tahun yang sama, sebagaimana UU Nomor 10 tahun 2016 kita akan menggelar pemilihan serentak.
Selain mendesain keserentakan penyelenggaraan pemilu menjadi dua bagian, yakni pemilu dan pemilihan kepala daerah serentak 2024, hal lain yang mesti didesain juga adalah menyerentakkan seleksi penyelenggaranya. Khususnya KPU baik di provinsi, maupun kabupaten/kota yang masa baktinya tidak serentak selesai. Bahkan periodesasinya tidak serentak ada penyelenggara KPU kabupaten/kota yang akan habis masa baktinya menjelang beberapa bulan hari pemilihan.
Dalam pembahasan pelaksanaan pemilu, berkembang dua opsi, yaitu menarik atau mempercepat seleksi bagi seluruh anggota KPU, baik provinsi, maupun kabupaten/kota.
Atau dengan opsi lain yaitu dengan memperpanjang masa jabatan penyelenggara di daerah sampai tahapan pemilihan berakhir atau rampung. Tentu hal ini berdasarkan pertimbangan efektif dan efisiennya sehingga guliran tahapan tidak terganggu dengan pergantian penyelenggara pada saat tahapan pemilu sudah sedang berjalan.
Distribusi teknologi yang terjangkau
Digitalisasi dalam berbagai bidang termasuk dalam penyelenggara pemilu adalah hal yang tak bisa terbendung. Di tubuh penyelenggara pemilu sendiri sedang digalakkan program digitalisasi pemilu dalam menghadapi pemilu dan Pemilihan 2024.
Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP mulai diperkenalkan beberapa aplikasi yang tengah dipersiapkan KPU dalam menunjang kerja penyelenggara pemilu kedepannya. Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), Sistem Informasi Daerah Pemilihan (Sidapil), Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dan beberapa aplikasi lainnya yang kurang lebih berjumlah delapan aplikasi.
Penggunaan aplikasi berbasis digitalisasi ini dimaksudkan agar kerja-kerja penyelenggara yang selama ini dilakukan dengan cara manual dengan membutuhkan waktu dan personil yang lebih banyak dapat dipangkas. Jika menyegarkan ingatan kita saat penyelenggaraan Pemilu 2019, banyak penyelenggara ad hoc (dalam hal ini KPPS) yang kelelahan saat pengisian formulir secara manual.
Ke depan tantangannya masih hampir sama, sebab Pemilu 2024 juga menghadirkan 5 jenis pemilihan. Untuk itu teknologi diharapkan memangkas beban kerja dan waktu yang diperlukan oleh penyelenggara dalam merampungkan tugas-tugasnya.
Pendidikan pemilih yang masif
Kesadaran berdemokrasi yang nyaman bukan hanya menjadi tanggung jawab penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU sebagai lembaga yang menggalakkan pendidikan pemilih kepada masyarakat. Peserta pemilu dalam hal ini partai politik adalah instrumen demokrasi yang tidak dipisahkan.
Tanggung jawab menyajikan pemilu yang berkualitas juga merupakan tugas parpol dan para calon. Peserta pemilu yang semestinya berkampanye secara masif untuk menolak praktik politik yang saling merugikan.
Begitu juga dengan kekhawatiran sejumlah pihak terkait polarisasi yang akan terjadi di tengah masyarakat dan membelah persatuan anak bangsa akibat dukungan yang berbeda, peserta pemilu mesti menekankan kepada para pendukungnya, untuk tidak mempersoalkan perbedaan dukungan kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Jika ini didorong oleh semua peserta pemilu, baik di tingkat nasional, maupun sampai pada level daerah, maka kita akan menyaksikan pemilu yang damai dengan kualitas pemilu yang semakin baik.
Tentu pemerintah juga melalui instansi terkait diharapkan aktif melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih di kelompok masyarakat. Pada pemerintah daerah misalnya ada instansi Kesatuan Bangsa dan Politik atau Kesbangpol yang harus menggandeng dan melibatkan KPU, Bawaslu, TNI/Polri, dan pemerintah kecamatan hingga pemerintah desa/kelurahan, untuk berbicara tentang pemilu yang baik.
Kiranya pelaksanaan pemilu tanggal 14 Februari 2024, yang bertepatan dengan hari kasih sayang (valentine’s day) betul-betul menyajikan pemilu yang nyaman bernuansa kasih sayang tanpa perpecahan di antara anak bangsa.
Kehadiran perangkat teknologi aplikasi berbasis IT akan menunjang kinerja penyelenggara pemilu, agar dapat mengurangi beban kerja penyelenggara, sehingga tidak ada lagi korban penyelenggara ad hoc yang sakit, apalagi sampai meninggal dunia. Salam demokrasi dari Sarmi Negeri 1000 Ombak atau The Land Of Waves. (*)
Penulis adalah komisioner KPU Kabupaten Sarmi, Papua.
Editor: Timoteus Marten