Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Kepala Suku Besar Suku Wate Kabupaten Nabire, Alex Raiki, meminta Pemerintah Kabupaten Nabire memprioritaskan warga masyarakat adat setempat untuk menempati jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nabire. Ia juga meminta Pemerintah Kabupaten Nabire memprioritaskan pembangunan fasilitas publik ketimbang sibuk mengurus politik.
Hal itu dinyatakan Alex Raiki di Nabire, Jumat (15/3/2019). Raiki menyatakan kebijakan afirmatif untuk memprioritaskan warga masyarakat adat mengisi jabatan birokrasi di lingkungan Pamerintah Kabupaten Nabire itu penting untuk mengatasi kesenjangan sosial di tengah masyarakat.
“Cobalah untuk memberikan jabatan, misalnya lurah atau camat, misalnya. Kita
bisa hitung dengan jari, ada berapa jabatan (di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nabire) yang diduduki oleh anak-anak pesisir? Baik itu dari Suku Wate ataupun lima suku lainnya, hampir tidak ada. Padahal, banyak warga Suku Wate ataupun lima suku pesisir lainnya mampu menjalankan tugas jabatan itu,” kata Raiki.
Raiki mengingatkan, pada tahun 1966 masyarakat adat dari enam suku di Kabupaten Nabire telah melepaskan sebagian tanah ulayatnya dengan cuma-cuma kepada pemerintah. “Orangtua kami pada 1966 memberikan tanah kami secara cuma-cuma, dengan perjanjian bahwa pemerintah akan membangun Nabire,” ujar Raiki.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Nabire seakan-akan seperti lupa akan janji untuk membangun masyarakat adat Nabire itu. Raiki juga mempertanyakan pelaksanaan semangat Undang-undang Otonomi Khusus Papua yang membuka pintu lebar bagi orang asli Papua untuk menduduki jabatan struktural penting di lingkungan pemerintah daerah di Papua.
“Sekali lagi saya minta pemerintah untuk bertindak adil kepada pemilik hak leluhur nenek moyang yang diberikan kepada kami. Kami tidak mengemis jabatan di daerah lain. Namun orang lain datang dan meminta jabatan di daerah kami,” tukas Raiki.
Ia juga menilai Pemerintah Kabupaten Nabire lebih fokus fokus mengurus politik ketimbang membangun berbagai fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat adat. “Kalau dilihat secara kasat mata, pembangunan fisik saat ini peninggalan pemerintahan 10 tahun yang lalu,” ujar Raiki.
Secara terpisah, seorang warga yang enggan disebutkan namanya mempertanyakan mengapa birokrasi Pemerintah Kabupaten Nabire didominasi orang berlatar belakang suku tertentu. Sayangnya, banyak dari birokrat itu tidak bisa bekerja dan tidak kreatif dalam memimpin organisasi pemerintah daerah. “Inilah yang terjadi di Nabire, sehingga wajar jika suku pemilik hak ulayat mempertanyakan hal itu,” ujar dia.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G